Saturday, 22 September 2018


Pertanyaan 7: Ketidakberhinggaan Allah (Empat Artikel)


Setelah mempertimbangkan tentang kesempurnaan ilahi, kita harus mempertimbangkan ketidakberhinggaan ilahi dan keberadaan Allah dalam ciptaan, karena Allah ada di mana saja, dan di segala ciptaan, sebab Ia tak terbatas dan tak berhingga.

Memperhatikan hal tersebut, terdapat empat poin pertimbangan:

1.    Apakah Allah tak berhingga?
2.    Apakah segala sesuatu selain Ia juga tak berhingga dalam hal esensi?
3.    Apakah segala sesuatu dapat tak berhingga dalam hal jumlah?
4.    Apakah sesuatu yang tak berhingga dalam hal jumlah dapat ada?


Artikel 1: Apakah Allah tak berhingga?

Keberatan 1: Tampaknya Allah tidak tak berhingga, karena segala sesuatu yang tak berhingga adalah tak sempurna, sebagaimana yang dikatakan sang Filsuf, karena hal-hal tersebut memiliki bagian dan materia, sebagaimana dikatakan dalam Phys. iii. Tapi Allah adalah yang paling sempura, maka Ia berhingga.

Keberatan 2: Lebih lanjut, menurut sang Filsuf (Phys. i), berhingga dan tak berhinga adalah tentang kuantitas. Tapi tidak ada kuantitas dalam Allah, karena Ia bukanlah zat, sebagaimana telah ditunjukkan sebelumnya (Pertanyaan 3 Artikel 1). Maka ketidakberhinggaan tidak ada pada Allah.

Keberatan 3: Lebih lanjut, apa yang ada di suatu tempat dan tidak ada di tempat lain adalah berhingga menurut tempat. Maka sesuatu yang bukan sesuatu lainnya juga terbatas menurut substansi. Tapi Allah adalah satu keberadaan yang bukan keberadaan lainnya, karena Ia bukan batu atau kayu. Maka Allah tidak tak berhingga dalam hal substansi.

Sebaliknya, Damascene berkata (De Fide Orth. I, 4) bahwa, “Allah adalah tak berhingga dan kekal, serta tak terbatas.”

Aku menjawab bahwa, semua filsuf kuno mengatribusikan ketidakberhinggaan kepada prinsipal pertama[1] sebagaimana dikatakan (Phys iii), dan karena suatu sebab, yaitu bahwa mereka berpendapat bahwa hal-hal tersebut muncul secara tak berhingga dari prinsipal pertama. Tapi karena beberapa filsuf tersebut keliru tentang sifat dari prinsipal pertama, sebagai konsekuensinya mereka juga keliru mengenai ketakberhinggaannya, sebagaimana mereka bersikeras bahwa materia adalah prinsipal pertama. Konsekuensinya mereka mengatribusikan kepada prinsipal pertama suatu materia yang tak berhingga dengan efek bahwa suatu benda yang tak berhingga adalah prinsipal pertama dari segala benda.

Maka kita harus memperhatikan bawha suatu benda disebut tak berhingga karena ia tidak memiliki hingga. Sekarang, materia dalam satu cara dibuat berhingga oleh forma (wujud - penerjemah) dan forma oleh materia. Materia sungguh dibuat terbatas oleh oleh forma, sebab materia, sebelum menerima suatu forma, berada dalam potensialitas untuk menerima berbagai forma, tapi dengan menerima suatu forma, materia tersebut berakhir pada forma itu. Lagi, forma dibuat terbatas oleh materia karena forma, pada dirinya sendiri, bisa memiliki keserupaan dengan lainnya. Tapi saat diterima oleh suatu materia, forma tersebut ditetapkan menjadi suatu hal khusus ini.[2] Sekarang materia disempurnakan oleh oleh forma yaitu dengan membuatnya berada dalam batas tertentu. Dengan demikian ketidakberhinggaan jika diatribusikan kepada materia, maka materia tersebut menajdi tidak sempurna, karena ia adalah materia tanpa forma (wujud – penerjemah). Di sisi lain, forma tidak dijadikan sempurna oleh materia, tapi lebih diikat pada materia, sehingga ketidakberhinggaan, dilihat dari sisi bahwa forma tidak diikat dalam suatu materia, memiliki sifat sempurna. Sekarang, keberadaan adalah sesuatu yang paling bisa disebut sebagai suatu forma, sebagaimana dijelaskan di atas (Pertanyaan 4, Art. 1, Obj. 3). Karena keberadaan ilahi tidak terikat oleh apapun, melainkan Ia adalah keberadaan yang ada dari diri-Nya sendiri, sebagaimana dijelaskan di atas (Pertanyaan 3, Art. 4), adalah jelas bahwa Allah dalam diri-Nya sendiri adalah tak berhingga dan sempurna.

Dari sini dapat ditanggapi Keberatan 1.

Tanggapan terhadap Keberatan 2: Kuantitas diakhiri oleh formanya, yang dapat dilihat dari kenyataan bahwa suatu angka yang menyebut suatu kuantitas tertentu, adalah suatu jenis forma kuantitas. Maka ketidakberhinggaan kuantitas adalah ketidakberhinggaan suatu materia. Ketidakberhinggan jenis itu tidak dapat diatribusikan kepada Allah, sebagaimana dikatakan di atas, dalam artikel ini.

Tanggapan terhadap Keberatan 3: Kenyataan bahwa keberadaan Allah adalah ada dalam diri-Nya sendiri, tidak diberikan oleh keberadaan lainnya, sehingga disebut tak berhingga, menunjukkan bahwa Ia berbeda dengan segala jenis keberadaan, dan segala jenis keberadaan terpisah dari-Nya. Meskipun demikian, andaikan terdapat suatu warna putih yang ada pada dirinya sendiri, maka kenyataan bahwa ia tidak ada di keberadaan manapun, akan menjadikannya berbeda dari segala jenis warna putih yang ada dalam suatu subyek.


Artikel 2: Apakah Selain Allah Ada Sesuatu Yang Secara Esensial Tak Berhingga?

Keberatan 1: Tampaknya bahwa sesuatu selain Allah ada yang dapat secara esensial tak berhingga, karena kemampuan dari segala hal sebanding dengan esensinya. Sekarang jika esensi Allah adalah tak berhingga, maka kemampuan-Nya juga pasti tak berhingga. Maka Ia dapat menghasilkan suatu efek yang tak berhingga, karena tingkat kemampuan diketahui dari efeknya.

Keberatan 2: Lebih lanjut, apapun yang memiliki kekuasaan tak berhingga, memiliki esensi yang tak berhingga. Sekarang akal dari ciptaan memiliki kemampuan yang tak berhingga, karena akal dapat memahami banyak hal, yang dapat menjangkau pemahaman yang tak berhingga dari satu hal saja. Maka semua substansi intelektual (hasil dari akal – penerj) adalah tak berhingga.

Keberatan 3: Lebih lanjut, materia utama adalah sesuatu yang berbeda dari Allah, sebagaimana ditunjukkan di atas (Pertanyaan 3 Artikel 8). Namun, materia utama tak berhingga. Dengan demikian sesuatu selain Allah dapat tak berhingga.

Sebaliknya, Sesuatu yang tak berhingga tidak bisa memiliki awal, sebagaimana dikatakan dalam Phys. iii. Tetapi sesuatu selain Allah berasal dari Allah sebagai prinsipal utamanya. Dengan demikian selain Allah tidak ada sesuatu yang tak berhingga.

Aku menjawab bahwa, Sesuatu selain Allah adpat secara relatif tak berhingga, tapi tidak dapat secara absolut tak berhingga, karena dengan memperhatikan ketidakberhinggaan sebagaimana diaplikasikan kepada materia, adalah nyata bahwa segala sesuatu yang ada memiliki forma, dan dengan demikian materianya ditentukan oleh formanya. Tetapi karena materia, yang dipertimbangkan sebagai ada di bawah suatu forma substansial, tetap berada dalam potensialitas terhadap banyak forma aksidensial, yang secara absolut berhingga namun secara relatif dapat tak berhingga, seperti, sebagai contoh, kayu adalah berhingga sesuai dengan formanya sendiri, namun tetap saja formanya secara relatif tak berhingga, karena ia berada dalam potensialitas terhadap berbagai bentuk yang tak berhingga. Namun, jika kita berbicara tentang ketidakberhinggaan dalam kaitannya dengan forma, adalah nyata bahwa hal-hal tersebut, forma yang berada dalam materia, adalah secara absolut berhingga, dan dalam hal apapun tidak tak berhingga. Namun, jika suatu forma ciptaan tidak berada dalam suatu materia, tapi ada dalam dirinya sendiri (self-subsiting)[3], sebagaimana dianggapkan pada para malaikat, forma ini akan secara relatif tak berhingga, karena forma yang demikian tidak berakhir ataupun diikat oleh materia apapun. Tetapi karena suatu forma ciptaan, yang berarti menerima forma tersebut, memiliki keberadaan, dan itu bukan keberadaannya sendiri, maka keberadaannya diterima dan diikat kepada suatu sifat tertentu. Dengan demikian ia tidak dapat menjadi tak berhingga secara absolut.

Tanggapan terhadap Keberatan 1: Adalah bertentangan dengan sifat dari suatu ciptaan bahwa esensinya adalah juga eksistensinya, karena keberadaan yang ada dalam dirinya sendiri (subsiting being) bukanlah suatu keberadaan yang diciptakan (created being)[4]. Dengan demikian, adalah bertentangan dengan sifat dari suatu ciptaan untuk menjadi berhingga secara absolut. Maka, sebagaimana Allah, yang memiliki kuasa yang tak berhingga, tidak dapat menjadikan sesuatu yang ada menjadi tidak pernah dibuat (karena ini akan berarti bahwa dua kontradiksi menjadi benar pada saat yang bersamaan), maka Ia juga tidak dapat menjadikan sesuatu menjadi tak berhingga secara absolut[5].  

Tanggapan terhadap Keberatan 2: Fakta bahwa kemampuan akal mengembangkan dirinya kepada hal-hal yang tak berhingga, itu karena akal adalah suatu forma, bukan materia, entah secara penuh tidak memiliki materia seperti substansi para malaikat ataupun seperti kemampuan akal, yang bukan merupakan tindakan dari organ apapun, dalam suatu jiwa berakal yang tergabung dalam suatu tubuh.

Tanggapan terhadap Keberatan 3: Materia utama[6] tidak ada dengan sendirinya di alam, karena ia tidak secara aktual ada, namun secara potensial. Maka ia adalah lebih sebagai sesuatu yang turut serta dalam penciptaan (concreated) dari pada sesuatu yang diciptakan[7]. Namun, materia utama meskipun suatu potensialitas, tidaklah secara absolut tak berhingga, melainkan secara relatif, karena potensialitasnya hanya menjangkau forma natural.


Artikel 3: Apakah Suatu Ukuran yang secara Aktual Tak Berhingga Dapat Ada?

Keberatan 1: Tampaknya sesuatu yang secara aktual tak berhingga dapat ada, karena dalam matematika tidak bisa terdapat suatu kesalahan, karena “tidak ada kebohongan dalam sesuatu yang abstrak,’ sebagaimana dikatakan oleh sang Filsuf (Phys. ii). Tetapi matematika menggunakan ketidakberhinggaan dalam ukuran; maka, seorang ahli geometri dalam demonstrasinya berkata, “Garis ini tak berhingga.” Maka bukanlah mustahil bagi sesuatu untuk tak berhingga dalam hal ukuran.

Keberatan 2: Lebih lanjut, apa yang tidak bertentangan dengan sifat dari sesuatu, dapat sejalan dengannya. Sekarang, menjadi tak berhingga tidaklah bertentangan dengan sifat dari ukuran, melainkan baik berhingga maupun tak berhingga tampaknya merupakan sifat dari kuantitas. Maka bukanlah mustahil bagi suatu ukuran untuk menjadi tak berhingga.

Keberatan 3: Lebih lanjut, ukuran dapat dibagi secara tak berhingga, karena sesuatu yang berkesinambungan didefinisikan sebagai sesuatu yang secara tak berhingga dapat dibagi, sebagaimana jelas dalam Phys. iii. Tapi hal yang sebaliknya adalah berhubungan dengan sesuatu yang satu dan sama. Maka karena penambahan bertentangan dengan pembagian, dan peningkatan bertentangan dengan penyusutan, tampaknya ukuran dapat ditingkatkan menjadi tak berhingga. Maka adalah mungkin bagi suatu ukuran untuk menjadi tak berhingga.

Keberatan 4: Lebih lanjut, pergerakan dan waktu memiliki kuantitas dan kontinuitas yang berasal dari ukuran dari pergerakan yang terjadi, sebagaimana dikatakan dalam Phys. iv. Tapi menjadi tak berhingga tidaklah bertentangan dengan sifat dari waktu dan pergerakan, karena setiap ketidakterbagian dalam waktu dan pergerakan sirkular merupakan awal sekaligus akhir. Maka menjadi tak berhingga juga tidak bertentangan dengan sifat dari ukuran.

Sebaliknya, Setiap benda memiliki permukaan. Tetapi, setiap benda yang memiliki permukaan adalah berhingga, karena permukaan adalah batasan dari suatu benda berhingga. Dengan demikian setiap benda adalah berhingga, termasuk juga permukaan dan garis. Maka tidak ada apapun yang tak berhingga dalam hal ukuran.

Aku menjawab bahwa, Adalah satu hal untuk menjadi tak berhingga dalam hal esensi, dan untuk menjadi tak berhingga dalam ukuran adalah hal lain. Diakui bahwa suatu benda ada secara tak berhingga dalam ukuran, misalnya api atau udara, tapi benda tersebut tidak dapat menjadi tak berhingga dalam esensinya, karena esensinya akan digolongkan dalam suatu spesies berdasarkan formanya, dan dibatasi menjadi individu oleh materia. Maka berasumsi dari premis ini bahwa tidak ada satu ciptaanpun yang tak berhingga dalam esensinya, masih perlu untuk menyelidiki apakah ada ciptaan yan bisa menjadi tak berhingga dalam hal ukuran.

Maka kita harus mengamati bahwa suatu benda, yang memiliki suatu ukuran, dapat digolongkan ke dalam dua jenis, yaitu ukuran secara matematis, yang berhubungan dengan kuantitasnya saja, dan ukuran secara natural, yang berhubungan dengan materia dan formanya.

Sekarang nyatalah bahwa suatu benda natural tidak dapat secara aktual menjadi tak berhingga, karena setiap benda natural memiliki suatu forma substansial tertentu. Maka karena aksiden mengikuti forma substansialnya, aksiden tertentu mengikuti suatu forma tertentu, dan salah satu dari aksiden tersebut adalah kuantitas. Maka setiap benda natural memiliki kuantitas tertentu yang lebih kecil atau lebih besar dibanding lainnya. Maka tidaklah mungkin suatu benda natural menjadi tak berhingga. Hal yang sama juga berlaku bagi pergerakan, karena setiap benda natural memiliki suatu pergerakan natural, sedangkan suatu benda tak berhingga tidak dapat memiliki gerakan antural apapun maupun arah gerakan, karena tidak ada benda apapun yang bergerak secara natural dengan arah tertentu kecuali benda tersebut meninggalkan tempatnya, dan ini tidak bisa terjadi pada suatu benda yang tak berhingga karena seharusnya benda tak berhingga menempati seluruh tempat sehingga setiap tempat menjadi tempatnya. Tidak bisa juga benda tersebut berputar pada porosnya, karena gerakan berputar seperti itu memerlukan salah satu bagian benda tersebut untuk berpindah ke suatu tempat yang sebelumnya ditempati oleh bagian lainnya, dan ini tidak dapat terjadi bahkan pada suatu benda bulat tak berhingga, karena jika dua garis dibentuk dari pusatnya, semakin jauh kedua garis tersebut menjauh dari pusat, semakin jauh pula mereka satu sama lain. Maka, jika suatu benda tak berhingga, kedua garis tersebut selamanya jauh satu sama lain. Dengan demikian satu garis tidak dapat menempati tempat garis lainnya[8].

Hal yang sama juga berlaku bagi bangun matematis. Jika kita membayangkan suatu bangun matematis yang secara aktual ada, maka kita harus membayangkan bangun tersebut dalam suatu forma, karena tidak ada keberadaan yang aktual tanpa memiliki forma. Maka, karena forma dari kuantitas bangun matematis adalah bilangan, bangun semacam itu harus memiliki bilangan, dan dengan demikian terbatas, karena bilangan dibatasi oleh suatu istilah atau batas.

Tanggapan terhadap Keberatan 1: Sang ahli geometri tidak perlu mengasumsikan suatu garis secara aktual tak berhingga, tetapi ia mengambil sepenggal garis aktual yang berhingga, yang darinya ia mengurangi apa yang menurutnya perlu, dan menyebut garis tersebut sebagai tak berhingga.

Tanggapan terhadap Keberatan 2: Meskipun ketidakberhinggaan tidak bertentangan dengan sifat dari ukuran secara umum, tetap saja hal tersebut bertentangan dengan sifat dari spesies yang memiliki ukuran. Jadi sebagai contoh, adalah bertentangan dengan sifat dari ukuran bikubikal ataupun trikubikal, entah sirkular maupun triangular, dan sebagainya. Sekarang yang tidak mungkin dalam suatu spesies tidak dapat menjadi ada dalam genus, maka tidak dapat ada ukuran tak berhingga apapun, karena spesies dari ukuran tidak ada yang berhingga.

Tanggapan terhadap Keberatan 3: Ketidakberhinggaan dalam kuantitas, sebagaimana ditunjukkan di atas, ada pada materia. Sekarang melalui pembagian dari sesuatu yang utuh kita mendekati pada materia, karena bagian memiliki aspek dari materia; tetapi melalui penambahan kita mendekati pada suatu keseluruhan yang memiliki aspek suatu forma. Maka ketidakberhinggaan tidak terjadi dalam penambahan, melainkan hanya dalam pembagian.

Tanggapan terhadap Keberatan 4: Pergerakan dan waktu adalah suatu keseluruhan, bukan secara aktual melainkan secara berurutan. Jadi keduanya memiliki potensialitas yang bercampur dengan aktualitas. Tetapi ukuran adalah suatu hal aktual yang utuh. Maka ketidakberhinggaan dalam kuantitas merujuk pada materia, dan bertentangan dengan totalitas ukuran. Namun ketidakberhinggaan tersebut sejalan dengan totalitas waktu dan pergerakan, karena sudah tepat bahwa materia untuk berada dalam potensialitas.


Artikel 4: Apakah Suatu Jumlah yang Tak Berhingga Dapat Ada?

Keberatan 1: Tampaknya suatu jumlah yang tak berhingga dapat ada secara aktual, karena bukanlah mustahil bagi suatu potensialitas untuk menjadi aktual. Tetapi bilangan dapat dikalikan ke ketidakberhinggaan. Maka adalah mungkin bagi suatu jumlah yang tak berhingga menjadi ada.

Keberatan 2: Lebih lanjut, adalah mungkin bagi individual apapun dari spesies apapun untuk dijadikan aktual. Tapi spesies dari bilangan adalah tak berhingga[9], maka sejumlah tak berhingga dari bilangan aktual adalah mungkin.

Keberatan 3: Lebih lanjut, hal-hal yang tidak saling bertentangan berarti tidak saling menghalangi. Tapi anggapan bahwa sejumlah hal ada tidak bertentangan dengan banyak hal. Maka bukanlah tidak mungkin banyak hal untuk ada bersama dengan sejumlah hal tadi, demikian seterusnya sampai tak berhingga. Maka suatu jumlah tak berhingga dari hal-hal adalah mungkin.

Sebaliknya, Ada tertulis, “Engkau telah mengatur segalanya dalam ukuran, dan bilangan, dan berat” (Keb 11:21).

Aku menjawab bahwa, Terdapat dua opini tentang hal ini. Beberapa, seperti Avicenna dan Algazel, mengatakan bahwa adalah tidak mungkin bagi suatu jumlah tak berhingga yang aktual untuk ada secara absolut, tapi suatu jumlah tak berhingga sebagai suatu aksiden dapat ada. Suatu jumlah dikatakan tak berhingga secara absolut jika suatu jumlah tak berhingga perlu ada bagi sesuatu untuk menjadi ada. Sekarang ini adalah tidak mungkin karena itu akan berarti bahwa sesuatu bergantung pada ketidakberhingaan untuk menjadi ada yang dengan demikian kemunculannya tidak akan pernah terjadi karena adalah tidak mungkin untuk melewati suatu medium yang tak berhingga.

Suatu jumlah dikatakan tak berhingga secara aksiden jika keberadaannya tidak diperlukan tetapi bersifat aksidental. Sebagai contoh, ini dapat ditunjukkan dalam karya seorang tukang kayu yang memerlukan suatu jumlah absolut tertentu, yaitu jiwa seni, gerakan tangan, dan palu. Dengan beranggapan bahwa hal-hal tersebut secara tak berhingga diulang berkali-kali, karya pertukangkayuan tersebut tidak akan pernah selesai, karena karya tersebut akan bergantung kepada sejumlah sebab yang tak berhingga. Tapi sejumlah palu, karena yang satu rusak dan palu lain menggantikannya, adalah suatu jumlah yang aksidental, karena banyak palu tersebut digunakan secara aksidental, dan karya tersebut tidak bergantung pada banyak sedikitnya palu yang digunakan, bahkan jika palu yang digunakan tak berhingga, jika karya tersebut dikerjakan dalam waktu yang tak berhingga. Dalam hal ini mereka berkata bahwa bisa terdapat suatu jumlah yang seacra aksidental tak berhingga.

Namun, hal tersebut adalah tidak mungkin, karena tiap jenis jumlah harus menjadi milik dari suatu spesies dari jumlah. Sekarang, spesies dari jumlah dikenali lewat spesies bilangan. Tapi tidak ada spesies bilangan yang tak berhingga, karena tiap bilangan adalah suatu jumlah tertentu. Maka adalah tidak mungkin ada suatu jumlah tak berhingga yang aktual, entah absolut maupun aksidental. Begitu juga sejumlah tertentu di alam ada diciptakan, dan segala yang diciptakan berada dalam tujuan tertentu dari sang Penciptanya, karena tidak ada satu agen pun yang bertindak tanpa tujuan. Maka segala ciptaan harus berada dalam jumlah tertentu. Jadi adalah tidak mungkin bagi suatu jumlah yang aktual untuk menjadi ada, bahkan secara aksidental. Namun suatu jumlah tak berhingga dapat ada secara potensial, karena perningkatan jumlah mengikuti pembagian dari suatu besaran, karena semakin sesuatu dibagi, semakin banyak jumlah yang dihasilkan. Maka, sebagaimana ketidakberhinggaan ditemukan secara potensial dalam pembagian yang berkelanjutan, karena kita melakukan pendekatan pada materia, sebagaimana ditunjukkan pada artikel sebelumnya, dengan aturan yang sama, ketidakberhinggaan dapat juga ditemukan secara potensial dalam penambahan suatu jumlah.

Tanggapan terhadap Keberatan 1: Setiap potensialitas dijadikan aktual berdasarkan pada mode keberadaannya, sebagai contoh, satu hari menjadi ada secara satu per satu, tidak semua hari ada sekaligus. Begitu juga ketidakberhinggaan dalam jumlah menjadi ada secara bertahap, dan tidak pada saat yang sama keseluruhan, karena setiap jumlah dapat dilanjutkan oleh jumlah lain secara tidak berhingga.

Tangapan terhadap Keberatan 2: Spesies dari bilangan adalah tak berhingga berdasar jumlah tak berhingga dari bilangan. Sekarang terdapat berbagai spesies bilangan, seperti trilateral, quadrilateral dan sebagainya, dan sebagaimana suatu jumlah tertentu tidak menjadi ada secara sekaligus, demikian juga jumlah dari bilangan.

Tanggapan terhadap Keberatan 3: Meskipun angapan tentang seuatu tidak menghalangi anggapan tentang lainnya, tetap saja anggapan tentang suatu jumlah tak berhingga bertentangan dengan setiap spesies dari jumlah. Karena itu tidaklah mungkin bagi suatu jumlah tak berhingga yang aktual dapat ada.



[1] ..............
[2] Misal, selembar kain (materia) dapat menjadi berbagai hal, namun setelah ia dijadikan baju (forma) ia berakhir sebagai baju, yang berarti bukan taplak atau lainnya. à kain tersebut memperoleh batasan.
[3] Dengan kata lain, keberadaan tersebut memiliki forma tanpa materia.
[4] St. Thomas Aquinas menggunakan istilah subsist untuk merujuk pada sesuatu yang ada bersama dengan sesuatu lainnya. Sebagai contoh, dalam pribadi Yesus Kristus terdapat Sabda dan tubuh manusiawinya. Dengan demikian St. Thomas menyebut bahwa Sabda subsist dalam pribadi manusia Yesus Kristus.
[5] ...........................
[6] Banyak yang berpendapat bahwa yang dimaksud oleh St. Thomas Aquinas sebagai materia utama adalah semacam substansi yang lebih kecil dari atom, yang membentuk segala keberadaan fisik.
[7] Concreated = .............................
[8] Ilustrasi: titik 1 yang berputar pada poros O selamanya tidak akan bisa menempati posisi titik 2.

[9] ....................

No comments:

Post a Comment