Pertanyaan 7:
Ketidakberhinggaan Allah (Empat Artikel)
Setelah mempertimbangkan
tentang kesempurnaan ilahi, kita harus mempertimbangkan ketidakberhinggaan
ilahi dan keberadaan Allah dalam ciptaan, karena Allah ada di mana saja, dan di
segala ciptaan, sebab Ia tak terbatas dan tak berhingga.
Memperhatikan hal tersebut,
terdapat empat poin pertimbangan:
1. Apakah Allah tak berhingga?
2. Apakah segala sesuatu selain Ia juga tak berhingga dalam
hal esensi?
3. Apakah segala sesuatu dapat tak berhingga dalam hal
jumlah?
4. Apakah sesuatu yang tak berhingga dalam hal jumlah dapat
ada?
Artikel 1:
Apakah Allah tak berhingga?
Keberatan 1: Tampaknya Allah tidak tak berhingga, karena segala sesuatu yang tak
berhingga adalah tak sempurna, sebagaimana yang dikatakan sang Filsuf, karena
hal-hal tersebut memiliki bagian dan materia, sebagaimana dikatakan dalam Phys.
iii. Tapi Allah adalah yang paling sempura, maka Ia berhingga.
Keberatan 2: Lebih lanjut, menurut sang Filsuf (Phys. i), berhingga dan tak berhinga
adalah tentang kuantitas. Tapi tidak ada kuantitas dalam Allah, karena Ia
bukanlah zat, sebagaimana telah ditunjukkan sebelumnya (Pertanyaan
3 Artikel 1). Maka ketidakberhinggaan tidak ada pada Allah.
Keberatan 3: Lebih lanjut, apa yang ada di suatu tempat dan tidak ada di tempat lain
adalah berhingga menurut tempat. Maka sesuatu yang bukan sesuatu lainnya juga
terbatas menurut substansi. Tapi Allah adalah satu keberadaan yang bukan
keberadaan lainnya, karena Ia bukan batu atau kayu. Maka Allah tidak tak
berhingga dalam hal substansi.
Sebaliknya, Damascene berkata (De Fide Orth. I, 4) bahwa, “Allah adalah tak berhingga
dan kekal, serta tak terbatas.”
Aku menjawab bahwa, semua filsuf
kuno mengatribusikan
ketidakberhinggaan kepada prinsipal
pertama[1]
sebagaimana dikatakan (Phys iii), dan karena suatu sebab, yaitu bahwa mereka
berpendapat bahwa hal-hal tersebut muncul secara tak berhingga dari prinsipal
pertama. Tapi karena beberapa filsuf tersebut keliru tentang sifat dari
prinsipal pertama, sebagai konsekuensinya mereka juga keliru mengenai
ketakberhinggaannya, sebagaimana mereka bersikeras bahwa materia adalah
prinsipal pertama. Konsekuensinya mereka mengatribusikan kepada prinsipal
pertama suatu materia yang tak berhingga dengan efek bahwa suatu benda yang tak
berhingga adalah prinsipal pertama dari segala benda.
Maka kita harus
memperhatikan bawha suatu benda disebut tak berhingga karena ia tidak memiliki
hingga. Sekarang, materia dalam satu cara dibuat berhingga oleh forma (wujud - penerjemah) dan forma oleh
materia. Materia sungguh dibuat terbatas oleh oleh forma, sebab materia,
sebelum menerima suatu forma, berada dalam potensialitas untuk menerima
berbagai forma, tapi dengan menerima suatu forma, materia tersebut berakhir
pada forma itu. Lagi, forma dibuat terbatas oleh materia karena forma, pada
dirinya sendiri, bisa memiliki keserupaan dengan lainnya. Tapi saat diterima
oleh suatu materia, forma tersebut ditetapkan menjadi suatu hal khusus ini.[2] Sekarang
materia disempurnakan oleh oleh forma yaitu dengan membuatnya berada dalam
batas tertentu. Dengan demikian ketidakberhinggaan jika diatribusikan kepada
materia, maka materia tersebut menajdi tidak sempurna, karena ia adalah materia
tanpa forma (wujud – penerjemah). Di
sisi lain, forma tidak dijadikan sempurna oleh materia, tapi lebih diikat pada
materia, sehingga ketidakberhinggaan, dilihat dari sisi bahwa forma tidak
diikat dalam suatu materia, memiliki sifat sempurna. Sekarang, keberadaan
adalah sesuatu yang paling bisa disebut sebagai suatu forma, sebagaimana
dijelaskan di atas (Pertanyaan 4, Art. 1, Obj. 3). Karena keberadaan ilahi tidak terikat oleh
apapun, melainkan Ia adalah keberadaan yang ada dari diri-Nya sendiri,
sebagaimana dijelaskan di atas (Pertanyaan 3, Art. 4), adalah jelas bahwa Allah dalam diri-Nya sendiri
adalah tak berhingga dan sempurna.
Dari sini dapat ditanggapi
Keberatan 1.
Tanggapan terhadap Keberatan 2: Kuantitas diakhiri oleh formanya, yang dapat
dilihat dari kenyataan bahwa suatu angka yang menyebut suatu kuantitas
tertentu, adalah suatu jenis forma kuantitas. Maka ketidakberhinggaan kuantitas
adalah ketidakberhinggaan suatu materia. Ketidakberhinggan jenis itu tidak
dapat diatribusikan kepada Allah, sebagaimana dikatakan di atas, dalam artikel
ini.
Tanggapan terhadap Keberatan 3: Kenyataan bahwa keberadaan Allah adalah ada dalam
diri-Nya sendiri, tidak diberikan oleh keberadaan lainnya, sehingga disebut tak
berhingga, menunjukkan bahwa Ia berbeda dengan segala jenis keberadaan, dan
segala jenis keberadaan terpisah dari-Nya. Meskipun demikian, andaikan terdapat
suatu warna putih yang ada pada dirinya sendiri, maka kenyataan bahwa ia tidak
ada di keberadaan manapun, akan menjadikannya berbeda dari segala jenis warna
putih yang ada dalam suatu subyek.
Artikel 2:
Apakah Selain Allah Ada Sesuatu Yang Secara Esensial Tak Berhingga?
Keberatan 2: Lebih lanjut, apapun yang memiliki kekuasaan tak berhingga, memiliki esensi
yang tak berhingga. Sekarang akal dari ciptaan memiliki kemampuan yang tak
berhingga, karena akal dapat memahami banyak hal, yang dapat menjangkau
pemahaman yang tak berhingga dari satu hal saja. Maka semua substansi intelektual
(hasil dari akal – penerj) adalah tak
berhingga.
Keberatan 3: Lebih lanjut, materia utama adalah sesuatu yang berbeda dari Allah,
sebagaimana ditunjukkan di atas (Pertanyaan 3 Artikel 8). Namun, materia utama tak berhingga. Dengan
demikian sesuatu selain Allah dapat tak berhingga.
Sebaliknya, Sesuatu yang tak berhingga tidak bisa memiliki awal, sebagaimana dikatakan
dalam Phys. iii. Tetapi sesuatu
selain Allah berasal dari Allah sebagai prinsipal utamanya. Dengan demikian
selain Allah tidak ada sesuatu yang tak berhingga.
Aku menjawab bahwa, Sesuatu selain Allah adpat secara relatif tak
berhingga, tapi tidak dapat secara absolut tak berhingga, karena dengan
memperhatikan ketidakberhinggaan sebagaimana diaplikasikan kepada materia, adalah
nyata bahwa segala sesuatu yang ada memiliki forma, dan dengan demikian
materianya ditentukan oleh formanya. Tetapi karena materia, yang
dipertimbangkan sebagai ada di bawah suatu forma substansial, tetap berada
dalam potensialitas terhadap banyak forma aksidensial, yang secara absolut
berhingga namun secara relatif dapat tak berhingga, seperti, sebagai contoh,
kayu adalah berhingga sesuai dengan formanya sendiri, namun tetap saja formanya
secara relatif tak berhingga, karena ia berada dalam potensialitas terhadap
berbagai bentuk yang tak berhingga. Namun, jika kita berbicara tentang
ketidakberhinggaan dalam kaitannya dengan forma, adalah nyata bahwa hal-hal
tersebut, forma yang berada dalam materia, adalah secara absolut berhingga, dan
dalam hal apapun tidak tak berhingga. Namun, jika suatu forma ciptaan tidak berada
dalam suatu materia, tapi ada dalam dirinya sendiri (self-subsiting)[3],
sebagaimana dianggapkan pada para malaikat, forma ini akan secara relatif tak
berhingga, karena forma yang demikian tidak berakhir ataupun diikat oleh
materia apapun. Tetapi karena suatu forma ciptaan, yang berarti menerima forma
tersebut, memiliki keberadaan, dan itu bukan keberadaannya sendiri, maka
keberadaannya diterima dan diikat kepada suatu sifat tertentu. Dengan demikian
ia tidak dapat menjadi tak berhingga secara absolut.
Tanggapan terhadap Keberatan 1: Adalah bertentangan dengan sifat dari suatu
ciptaan bahwa esensinya adalah juga eksistensinya, karena keberadaan yang ada
dalam dirinya sendiri (subsiting being)
bukanlah suatu keberadaan yang diciptakan (created
being)[4]. Dengan
demikian, adalah bertentangan dengan sifat dari suatu ciptaan untuk menjadi
berhingga secara absolut. Maka, sebagaimana Allah, yang memiliki kuasa yang tak
berhingga, tidak dapat menjadikan sesuatu yang ada menjadi tidak pernah dibuat
(karena ini akan berarti bahwa dua kontradiksi menjadi benar pada saat yang
bersamaan), maka Ia juga tidak dapat menjadikan sesuatu menjadi tak berhingga
secara absolut[5].
Tanggapan terhadap Keberatan 2: Fakta bahwa kemampuan akal mengembangkan dirinya
kepada hal-hal yang tak berhingga, itu karena akal adalah suatu forma, bukan
materia, entah secara penuh tidak memiliki materia seperti substansi para
malaikat ataupun seperti kemampuan akal, yang bukan merupakan tindakan dari
organ apapun, dalam suatu jiwa berakal yang tergabung dalam suatu tubuh.
Tanggapan terhadap Keberatan 3: Materia utama[6] tidak
ada dengan sendirinya di alam, karena ia tidak secara aktual ada, namun secara
potensial. Maka ia adalah lebih sebagai sesuatu yang turut serta dalam
penciptaan (concreated) dari pada
sesuatu yang diciptakan[7]. Namun,
materia utama meskipun suatu potensialitas, tidaklah secara absolut tak
berhingga, melainkan secara relatif, karena potensialitasnya hanya menjangkau
forma natural.
Artikel 3:
Apakah Suatu Ukuran yang secara Aktual Tak Berhingga Dapat Ada?
Keberatan 2: Lebih lanjut, apa yang tidak bertentangan dengan sifat dari sesuatu, dapat
sejalan dengannya. Sekarang, menjadi tak berhingga tidaklah bertentangan dengan
sifat dari ukuran, melainkan baik berhingga maupun tak berhingga tampaknya
merupakan sifat dari kuantitas. Maka bukanlah mustahil bagi suatu ukuran untuk
menjadi tak berhingga.
Keberatan 3: Lebih lanjut, ukuran dapat dibagi secara tak berhingga, karena sesuatu yang
berkesinambungan didefinisikan sebagai sesuatu yang secara tak berhingga dapat
dibagi, sebagaimana jelas dalam Phys. iii.
Tapi hal yang sebaliknya adalah berhubungan dengan sesuatu yang satu dan sama.
Maka karena penambahan bertentangan dengan pembagian, dan peningkatan
bertentangan dengan penyusutan, tampaknya ukuran dapat ditingkatkan menjadi tak
berhingga. Maka adalah mungkin bagi suatu ukuran untuk menjadi tak berhingga.
Keberatan 4: Lebih lanjut, pergerakan dan waktu memiliki kuantitas dan kontinuitas yang
berasal dari ukuran dari pergerakan yang terjadi, sebagaimana dikatakan dalam Phys. iv. Tapi menjadi tak berhingga
tidaklah bertentangan dengan sifat dari waktu dan pergerakan, karena setiap ketidakterbagian
dalam waktu dan pergerakan sirkular merupakan awal sekaligus akhir. Maka
menjadi tak berhingga juga tidak bertentangan dengan sifat dari ukuran.
Sebaliknya, Setiap benda memiliki permukaan. Tetapi, setiap benda yang memiliki
permukaan adalah berhingga, karena permukaan adalah batasan dari suatu benda
berhingga. Dengan demikian setiap benda adalah berhingga, termasuk juga
permukaan dan garis. Maka tidak ada apapun yang tak berhingga dalam hal ukuran.
Aku menjawab bahwa, Adalah satu hal untuk menjadi tak berhingga dalam
hal esensi, dan untuk menjadi tak berhingga dalam ukuran adalah hal lain.
Diakui bahwa suatu benda ada secara tak berhingga dalam ukuran, misalnya api
atau udara, tapi benda tersebut tidak dapat menjadi tak berhingga dalam
esensinya, karena esensinya akan digolongkan dalam suatu spesies berdasarkan
formanya, dan dibatasi menjadi individu oleh materia. Maka berasumsi dari
premis ini bahwa tidak ada satu ciptaanpun yang tak berhingga dalam esensinya,
masih perlu untuk menyelidiki apakah ada ciptaan yan bisa menjadi tak berhingga
dalam hal ukuran.
Maka kita harus mengamati
bahwa suatu benda, yang memiliki suatu ukuran, dapat digolongkan ke dalam dua
jenis, yaitu ukuran secara matematis, yang berhubungan dengan kuantitasnya
saja, dan ukuran secara natural, yang berhubungan dengan materia dan formanya.
Sekarang nyatalah bahwa
suatu benda natural tidak dapat secara aktual menjadi tak berhingga, karena
setiap benda natural memiliki suatu forma substansial tertentu. Maka karena
aksiden mengikuti forma substansialnya, aksiden tertentu mengikuti suatu forma
tertentu, dan salah satu dari aksiden tersebut adalah kuantitas. Maka setiap
benda natural memiliki kuantitas tertentu yang lebih kecil atau lebih besar
dibanding lainnya. Maka tidaklah mungkin suatu benda natural menjadi tak
berhingga. Hal yang sama juga berlaku bagi pergerakan, karena setiap benda
natural memiliki suatu pergerakan natural, sedangkan suatu benda tak berhingga
tidak dapat memiliki gerakan antural apapun maupun arah gerakan, karena tidak
ada benda apapun yang bergerak secara natural dengan arah tertentu kecuali
benda tersebut meninggalkan tempatnya, dan ini tidak bisa terjadi pada suatu
benda yang tak berhingga karena seharusnya benda tak berhingga menempati
seluruh tempat sehingga setiap tempat menjadi tempatnya. Tidak bisa juga benda
tersebut berputar pada porosnya, karena gerakan berputar seperti itu memerlukan
salah satu bagian benda tersebut untuk berpindah ke suatu tempat yang
sebelumnya ditempati oleh bagian lainnya, dan ini tidak dapat terjadi bahkan
pada suatu benda bulat tak berhingga, karena jika dua garis dibentuk dari
pusatnya, semakin jauh kedua garis tersebut menjauh dari pusat, semakin jauh
pula mereka satu sama lain. Maka, jika suatu benda tak berhingga, kedua garis
tersebut selamanya jauh satu sama lain. Dengan demikian satu garis tidak dapat
menempati tempat garis lainnya[8].
Hal yang sama juga
berlaku bagi bangun matematis. Jika kita membayangkan suatu bangun matematis
yang secara aktual ada, maka kita harus membayangkan bangun tersebut dalam
suatu forma, karena tidak ada keberadaan yang aktual tanpa memiliki forma.
Maka, karena forma dari kuantitas bangun matematis adalah bilangan, bangun
semacam itu harus memiliki bilangan, dan dengan demikian terbatas, karena
bilangan dibatasi oleh suatu istilah atau batas.
Tanggapan terhadap Keberatan 1: Sang ahli geometri tidak perlu mengasumsikan
suatu garis secara aktual tak berhingga, tetapi ia mengambil sepenggal garis
aktual yang berhingga, yang darinya ia mengurangi apa yang menurutnya perlu,
dan menyebut garis tersebut sebagai tak berhingga.
Tanggapan terhadap Keberatan 2: Meskipun ketidakberhinggaan tidak bertentangan
dengan sifat dari ukuran secara umum, tetap saja hal tersebut bertentangan
dengan sifat dari spesies yang memiliki ukuran. Jadi sebagai contoh, adalah
bertentangan dengan sifat dari ukuran bikubikal ataupun trikubikal, entah
sirkular maupun triangular, dan sebagainya. Sekarang yang tidak mungkin dalam
suatu spesies tidak dapat menjadi ada dalam genus, maka tidak dapat ada ukuran
tak berhingga apapun, karena spesies dari ukuran tidak ada yang berhingga.
Tanggapan terhadap Keberatan 3: Ketidakberhinggaan dalam kuantitas, sebagaimana
ditunjukkan di atas, ada pada materia. Sekarang melalui pembagian dari sesuatu
yang utuh kita mendekati pada materia, karena bagian memiliki aspek dari
materia; tetapi melalui penambahan kita mendekati pada suatu keseluruhan yang
memiliki aspek suatu forma. Maka ketidakberhinggaan tidak terjadi dalam
penambahan, melainkan hanya dalam pembagian.
Tanggapan terhadap Keberatan
4: Pergerakan dan waktu adalah suatu
keseluruhan, bukan secara aktual melainkan secara berurutan. Jadi keduanya
memiliki potensialitas yang bercampur dengan aktualitas. Tetapi ukuran adalah
suatu hal aktual yang utuh. Maka ketidakberhinggaan dalam kuantitas merujuk
pada materia, dan bertentangan dengan totalitas ukuran. Namun
ketidakberhinggaan tersebut sejalan dengan totalitas waktu dan pergerakan,
karena sudah tepat bahwa materia untuk berada dalam potensialitas.
Artikel 4: Apakah
Suatu Jumlah yang Tak Berhingga Dapat Ada?
Keberatan 2: Lebih
lanjut, adalah mungkin bagi individual apapun dari spesies apapun untuk
dijadikan aktual. Tapi spesies dari bilangan adalah tak berhingga[9], maka sejumlah
tak berhingga dari bilangan aktual adalah mungkin.
Keberatan 3: Lebih
lanjut, hal-hal yang tidak saling bertentangan berarti tidak saling
menghalangi. Tapi anggapan bahwa sejumlah hal ada tidak bertentangan dengan
banyak hal. Maka bukanlah tidak mungkin banyak hal untuk ada bersama dengan
sejumlah hal tadi, demikian seterusnya sampai tak berhingga. Maka suatu jumlah
tak berhingga dari hal-hal adalah mungkin.
Sebaliknya, Ada
tertulis, “Engkau telah mengatur segalanya dalam ukuran, dan bilangan, dan
berat” (Keb 11:21).
Aku menjawab bahwa,
Terdapat dua opini tentang hal ini. Beberapa, seperti Avicenna dan Algazel,
mengatakan bahwa adalah tidak mungkin bagi suatu jumlah tak berhingga yang
aktual untuk ada secara absolut, tapi suatu jumlah tak berhingga sebagai suatu
aksiden dapat ada. Suatu jumlah dikatakan tak berhingga secara absolut jika
suatu jumlah tak berhingga perlu ada bagi sesuatu untuk menjadi ada. Sekarang
ini adalah tidak mungkin karena itu akan berarti bahwa sesuatu bergantung pada
ketidakberhingaan untuk menjadi ada yang dengan demikian kemunculannya tidak
akan pernah terjadi karena adalah tidak mungkin untuk melewati suatu medium
yang tak berhingga.
Suatu jumlah dikatakan tak berhingga
secara aksiden jika keberadaannya tidak diperlukan tetapi bersifat aksidental.
Sebagai contoh, ini dapat ditunjukkan dalam karya seorang tukang kayu yang
memerlukan suatu jumlah absolut tertentu, yaitu jiwa seni, gerakan tangan, dan
palu. Dengan beranggapan bahwa hal-hal tersebut secara tak berhingga diulang
berkali-kali, karya pertukangkayuan tersebut tidak akan pernah selesai, karena
karya tersebut akan bergantung kepada sejumlah sebab yang tak berhingga. Tapi
sejumlah palu, karena yang satu rusak dan palu lain menggantikannya, adalah
suatu jumlah yang aksidental, karena banyak palu tersebut digunakan secara
aksidental, dan karya tersebut tidak bergantung pada banyak sedikitnya palu
yang digunakan, bahkan jika palu yang digunakan tak berhingga, jika karya
tersebut dikerjakan dalam waktu yang tak berhingga. Dalam hal ini mereka
berkata bahwa bisa terdapat suatu jumlah yang seacra aksidental tak berhingga.
Namun, hal tersebut adalah tidak
mungkin, karena tiap jenis jumlah harus menjadi milik dari suatu spesies dari jumlah.
Sekarang, spesies dari jumlah dikenali lewat spesies bilangan. Tapi tidak ada
spesies bilangan yang tak berhingga, karena tiap bilangan adalah suatu jumlah
tertentu. Maka adalah tidak mungkin ada suatu jumlah tak berhingga yang aktual,
entah absolut maupun aksidental. Begitu juga sejumlah tertentu di alam ada
diciptakan, dan segala yang diciptakan berada dalam tujuan tertentu dari sang
Penciptanya, karena tidak ada satu agen pun yang bertindak tanpa tujuan. Maka
segala ciptaan harus berada dalam jumlah tertentu. Jadi adalah tidak mungkin
bagi suatu jumlah yang aktual untuk menjadi ada, bahkan secara aksidental.
Namun suatu jumlah tak berhingga dapat ada secara potensial, karena perningkatan
jumlah mengikuti pembagian dari suatu besaran, karena semakin sesuatu dibagi,
semakin banyak jumlah yang dihasilkan. Maka, sebagaimana ketidakberhinggaan
ditemukan secara potensial dalam pembagian yang berkelanjutan, karena kita
melakukan pendekatan pada materia, sebagaimana ditunjukkan pada artikel
sebelumnya, dengan aturan yang sama, ketidakberhinggaan dapat juga ditemukan
secara potensial dalam penambahan suatu jumlah.
Tanggapan terhadap Keberatan
1: Setiap potensialitas dijadikan aktual
berdasarkan pada mode keberadaannya, sebagai contoh, satu hari menjadi ada
secara satu per satu, tidak semua hari ada sekaligus. Begitu juga
ketidakberhinggaan dalam jumlah menjadi ada secara bertahap, dan tidak pada saat
yang sama keseluruhan, karena setiap jumlah dapat dilanjutkan oleh jumlah lain
secara tidak berhingga.
Tangapan terhadap Keberatan
2: Spesies
dari bilangan adalah tak berhingga
berdasar jumlah tak berhingga dari bilangan. Sekarang terdapat berbagai spesies
bilangan, seperti trilateral, quadrilateral dan sebagainya, dan sebagaimana
suatu jumlah tertentu tidak menjadi ada secara sekaligus, demikian juga jumlah
dari bilangan.
[1] ..............
[2] Misal, selembar kain
(materia) dapat menjadi berbagai hal, namun setelah ia dijadikan baju (forma)
ia berakhir sebagai baju, yang berarti bukan taplak atau lainnya. à kain tersebut memperoleh batasan.
[3] Dengan kata lain,
keberadaan tersebut memiliki forma tanpa materia.
[4] St. Thomas Aquinas menggunakan
istilah subsist untuk merujuk pada
sesuatu yang ada bersama dengan sesuatu lainnya. Sebagai contoh, dalam pribadi
Yesus Kristus terdapat Sabda dan tubuh manusiawinya. Dengan demikian St. Thomas
menyebut bahwa Sabda subsist dalam
pribadi manusia Yesus Kristus.
[5] ...........................
[6] Banyak yang
berpendapat bahwa yang dimaksud oleh St. Thomas Aquinas sebagai materia utama
adalah semacam substansi yang lebih kecil dari atom, yang membentuk segala
keberadaan fisik.
[7] Concreated = .............................
[8] Ilustrasi: titik 1 yang
berputar pada poros O selamanya tidak akan bisa menempati posisi titik 2.
[9] ....................
No comments:
Post a Comment