Sunday, 23 September 2018

RISALAH TENTANG TRITUNGGAL MAHA KUDUS


Pertanyaan 27 : Tentang Prosesi dari Pribadi-pribadi Ilahi


Setelah mempertimbangkan apa yang ada dalam persatuan hakekat ilahi, maka tiba saatnya untuk membicarakan tentang Tritunggal dari Pribadi-pribadi dalam Allah. Dan karena Pribadi ilahi dibedakan satu dengan yang lain berdasar hubungan awalnya, urutan doktrin ini membawa kita untuk mempertimbangkan yang pertama, pertanyaan tentang asal atau prosesi, yang kedua adalah tentang hubungan asal, yang ketiga adalah tentang Pribadi.

Tentang prosesi terdapat lima poin yang akan dibahas :

  1. Apakah terdapat prosesi dalam Allah?
  2. Apakah ada prosesi dalam Allah yang bisa disebut memperanakkan?
  3. Apakah dapat ada prosesi lain dalam Allah selain memperanakkan?
  4. Apakah prosesi lain itu dapat disebut memperanakkan?
  5. Apakah ada lebih dari dua prosesi dalam Allah?


Artikel 1 : Apakah Terdapat Prosesi dalam Allah?

Keberatan 1 : Tampaknya tidak mungkin ada prosesi dalam Allah, karena prosesi berarti gerakan keluar. Tapi dalam Allah tidak ada yang berpindah, atau sesuatu hal yanbg lain. Maka tidak ada prosesi dalam Allah.

Keberatan 2 : Lebih lanjut, segala sesuatu yang berprosesi berbeda dengan asal prosesinya. Tetapi tidak ada keragaman dalam Allah, melainkan kesederhanaan mutlak. Maka dalam Allah tidak ada prosesi.

Keberatan 3 : Lebih lanjut, untuk berproses dari sesuatu sepertinya akan bertentangan dengan natur prinsip pertama. Tetapi Allah adalah prinsip pertama, seperti dinyatakan pada Pertanyaan 2 Artikel 3. Maka dalam Allah tidak terdapat prosesi.

Sebaliknya : Tuhan kita mengatakan, “sebab Aku keluar dan datang dari Allah”. (Yoh 8:42)

Aku menjawab, Kitab Suci menggunakan, dalam hubungan dengan Allah, nama-nama yang menandakan prosesi. Prosesi ini telah dipahami secara berbeda. Beberapa memahaminya dalam pemahaman tentang suatu efek, berproses dari penyebabnya; maka Arius memahaminya dengan berkata bahwa Anak berprosesi dari Bapa sebagai ciptaan utama-Nya, dan Roh Kudus berprosesi dari Bapa dan Putra sebagai ciptaan keduanya. Dalam pemahaman ini baik Anak maupun Roh Kudus bukanlah Allah yang benar, dan ini bertentangan dengan apa yang dikatakan mengenai Anak : “bahwa … kita ada di dalam Yang Benar, di dalam Anak-Nya Yesus Kristus. Dia adalah Allah yang benar dan hidup yang kekal.”(1 Yoh 5:20). Tentang Roh Kudus juga dikatakan : “6:19 Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus…?”. Sekarang, hanya Allah yang berhak memiliki bait. Yang lainnya memahami prosesi ini berarti sang penyebab melakukan prosesi kepada sang efek, yaitu menggerakkannya, atau menanamkan kesamaannya kepada efek itu, sebagaimana dipahami oleh Sabelius, yang mengatakan bahwa Allah Bapa disebut Putra saat mengambil daging dari sang Perawan, dan Bapa itu juga yang disebut Roh Kudus saat menguduskan makhluk rasional, dan menghidupkannya. Perkataan Tuhan bertentangan dengan hal tersebut, saat Ia berbicara tentang diri-Nya : “Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diri-Nya sendiri,” (Yoh 5:19); dan banyak ayat yang menyatakan hal yang sama, karena itu kita tahu bahwa Bapa bukanlah Putra. Pemeriksaan yang teliti menunjukkan bahwa kedua opini tersebut memahami prosesi sebagai tindakan keluar; karena itu tidak satupun dari keduanya memahami bahwa prosesi berada dalam diri Allah sendiri; padahal, karena prosesi selalu mengandaikan adanya tindakan, dan sebagaimana terdapat prosesi keluar sehubungan dengan tindakan terhadap hal luar, maka harus ada prosesi ke dalam yang berhubungan dengan tindakan yang tetap berada dalam suatu agen. Ini berlaku dengan jelas terhadap akal, suatu tindakan tetap tinggal di dalam agen yang berakal. Karena jika kita melakukan suatu pemahaman, sesungguhnya sesuatu sedang berprosesi dalam diri kita, yaitu suatu pengkonsepsian tentang obyek yang sedang dipahami, suatu konsepsi yang keluar dari kekuatan intelek kita dan berprosesi dari pengatahuan kita tentang obyek tersebut. Konsepsi ini ditandakan dengan kata-kata yang diucapkan, dan itu disebut kata hati yang diungkapkan melalui kata-kata suara.

Karena Allah di atas segalanya, kita harus memahami apa yang dikatakan tentang Allah, bukan berdasar cara pengandaian dari makhluk yang paling rendah, seperti suatu badan, tetapi dari pengandaian terhadap makhluk tertinggi, suatu substansi intelektual; bahkan pengandaian dengan cara seperti itupun tidak mampu merepresentasikan obyek ilahi. Oleh karena itu, prosesi tidak untuk dipahami dalam hubungannya dengan suatu badan, baik dalam gerakan setempatnya ataupun sebagai suatu sebab yang berprosesi keluar kepada efek eksteriornya, seperti, sebagai contoh, suatu panas dari suatu agen kepada benda yang dibuatnya panas, tetapi harus lebih dipahami seperti suatu pancaran yang dapat dipahami, sebagai contoh, seperti kata-kata yang dapat dipahami yang berprosesi dari si pembicara, tetapi masih tetap tinggal di dalam si pembicara. Dalam pemahaman itulah Iman Katolik memahami prosesi yang ada dalam Allah.

Tanggapan terhadap Keberatan 1 : Keberatan ini datang dari gagasan tentang prosesi dalam hubungan dengan gerakan setempat, atau tentang suatu tindakan yang berhubungan dengan hal eksternal, atau tentang efek eksternal; prosesi semacam ini tidak ada dalam Allah, sebagaimana telah kita jelaskan.

Tanggapan terhadap Keberatan 2 : Apapun yang berprosesi melalui prosesi keluar selalu berbeda dari sumber prosesinya, sedangkan apapun yang berprosesi ke dalam melalui prosesi yang jelas, tidak harus menjadi berbeda; sesungguhnya, semakin sempurna prosesinya, semakin mirip ia dengan sumber prosesinya. Sebagaimana jelas bahwa semakin jelas suatu hal dipahami, semakin dekat konsepsi intelektual berhubungan dan bersatu dengan agen berakal yang memahaminya; karena akal melalui tindakan memahami dibuat menjadi satu dengan obyek yang dipahami. Jadi, karena kecerdasan ilahi adalah kesempurnaan tertinggi dari Allah (Pertanyaan 14 Artikel 2), Sabda ilahi dengan sendirinya secara sempurna menjadi satu dengan sumber darimana Ia berprosesi, tanpa segala bentuk perbedaan.

Tanggapan terhadap Keberatan 3 : Untuk berproses dari suatu prinsipal, sehingga menjadi sesuatu hal di luar dan berbeda dengan prinsipal itu, adalah bertentangan dengan gagasan dari suatu prinsipal pertama; padahal prosesi yang mendalam dan seragam melalui suatu tindakan yang jelas telah termasuk dalam gagasan suatu prinsipal pertama. Jika kita menyebut seorang tukang bangunan sebagai prinsipal dari sebuah rumah, maka di dalam gagasan sang prinsipal itu telah termasuk selera seninya, dan itu telah menjadi bagian dalam gagasan dari prinsipal pertama seandainya si tukang bangunan adalah prinsipal pertama. Allah, yang adalah Prinsipal pertama untuk segala hal, dapat dibandingkan dengan benda-benda ciptaan-Nya sebagaimana seorang arsitek dengan benda-benda yang didesainnya.



Artikel 2 : Apakah Ada Prosesi dalam Allah yang Bisa Disebut Memperanakkan?

Keberatan 1 : Tampaknya tidak ada prosesi dalam Allah yang dapat disebut memperanakkan, karena memperanakkan adalah perubahan dari tidak ada menjadi ada, dan lawan dari merusakkan, sedangkan subyek dari keduanya adalah benda. Kesemuanya itu tidak ada pada Allah. Maka pemunculan tidak ada pada Allah.

Keberatan 2 : Lebih lanjut, prosesi yang ada dalam Allah terjadi dengan cara yang jelas, sebagaimana dijelaskan di atas (Artikel 1). Tetapi prosesi yang demikian tidak disebut memperanakkan dalam diri kita, maka tidak disebut demikian juga dalam Allah.

Keberatan 3 : Lebih lanjut, segala hal yang diperanakkan memperoleh keberadaannya dari yang memperanakkan. Maka keberadaan seperti itu adalah keberadaan yang didapatkan. Tetapi tidak ada suatu keberadaan yang didapatkan yang dapat menjadi suatu keberadaan yang ada dengan sendirinya (self subsistence). Oleh karena itu, karena keberadaan ilahi adalah ada dengan sendirinya (Pertanyaan 3 Artikel 4), tidak ada keberadaan yang diperanakkan yang dapat menjadi keberadaan ilahi. Maka tidak ada hal memperanakkan dalam Allah.

Sebaliknya, Dikatakan (Mzm 2:7) : “Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini.”

Aku menjawab, Prosesi Sabda dalam Allah disebut memperanakkan. Untuk membuktikannya kita harus mengamati bahwa memperanakkan mempunyai makna ganda : satu adalah yang umum untuk segala sesuatu yang berhubungan dengan memperanakkan dan merusakkan, yang memahami memperanakkan tidak lebih dari sekedar perubahan dari tidak ada menjadi ada. Dalam pemahaman lain istilah itu tepat dan menjadi bagian dari makhluk hidup, yang dalam pemahaman ini memperanakkan menunjukkan asal dari suatu makhluk hidup yang sebelumnya merupakan bagian dari suatu prinsipal hidup, dan ini secara tepat disebut kelahiran. Tidak setiap hal yang seperti itu disebut kelahiran, tetapi hanya merupakan sesuatu yang berprosesi mirip seperti itu. Maka selembar rambut tidak memiliki aspek memperanakkan dan hubungan peranakan (sonship), tetapi hanya sesuatu yang berprosesi dengan cara yang mirip. Kemiripan lainnya juga tidak bisa disebut demikian, seperti seekor cacing yang muncul dari binatang tidak memiliki aspek memperanakkan dan peranakkan, meskipun hal itu memiliki kemiripan generik. Memperanakkan yang dimaksud memerlukan adanya suatu prosesi dengan cara seperti itu dalam natur yang spesifik sama; sebagaimana manusia berprosesi dari manusia, dan seekor kuda dari seekor kuda. Jadi dalam makhluk hidup, yang berprosesi dari kemungkinan untuk hidup (potential life) menuju kehidupan yang sesungguhnya (actual life), seperti pada manusia dan binatang, memperanakkan mencakup kedua jenis pemunculan yang dibicarakan tadi. Tetapi jika ada suatu keberadaan yang hidupnya tidak berprosesi dari “mungkin” menjadi “nyata”, jika ditemukan prosesi dalam makhluk seperti itu, prosesi itu tidak termasuk dalam memperanakkan jenis pertama, meskipun pemunculan yang dimiliki adalah pemunculan yang menjadi milik makhluk hidup. Jadi dalam hal ini prosesi Sabda dalam Allah adalah memperanakkan, karena Ia berprosesi melalui tindakan yang jelas (intelligible action), yang merupakan operasi yang utama : – dari suatu prinsipal yang menjadi bagian dari diri-Nya (sebagaimana dijelaskan di atas): – dengan cara yang sama, karena konsep dari intelek sama dengan obyek yang dikandungnya: – dan ada dalam natur yang sama, karena dalam Allah tindakan memahami dan eksistensinya adalah sama, sebagaimana ditunjukkan di aas (Pertanyaan 14, Artikel 4). Maka prosesi Sabda dalam Allah disebut memperanakkan, dan Sabda yang berprosesi disebut Anak.

Tanggapan terhadap Keberatan 1 : Keberatan ini berdasar pada gagasan tentang pemunculan dalam pemahaman yang pertama, tentang keluar dari yang mungkin menjadi nyata, yang mana hal tersebut tidak terdapat dalam Allah.

Tanggapan terhadap Keberatan 2 : Tindakan pemahaman manusia dalam diri kita bukanlah substansi dari intelek itu sendiri, maka kata yang berprosesi dalam diri kita melalui tindakan yang jelas bukanlah dari natur yang sama dengan sumber prosesinya, maka gagasan pemunculan (generation) tidak dapat dengan tepat dan penuh diterapkan pada hal tersebut. Tetapi tindakan kecerdasan ilahi adalah substansi dasar itu sendiri dari agen yang memahami (Pertanyaan 14 Artikel 4). Maka Sabda yang berprosesi melakukan prosesi dalam natur yang sama, sehingga tepat jika disebut dilahirkan, dan sebagai Anak. Oleh karena itu Alkitab menggunakan istilah-istilah yang menunjukkan pemunculan dari makhluk hidup untuk menunjukkan prosesi dari Kebijaksanaan ilahi, yaitu antara lain dengan istilah pembuahan dan kelahiran, seperti yang dinyatakan dalam pribadi Kebijaksanaan ilahi, Sebelum air samudera raya ada, aku telah lahir, sebelum ada sumber-sumber yang sarat dengan air.” (Ams 8:24). Dalam cara pemahaman kita, kita menggunakan kata “pembuahan” untuk menunjukkan bahwa dalam kata dalam intelek kita ditemukan kesamaan dengan benda yang dipahami, meskipun tidak mempunyai identitas natur.

Tanggapan terhadap Keberatan 3 : Tidak semua yang didapatkan dari suatu subyek mempunyai keberadaan dalam subyek lain; sebaliknya kita tidak dapat mengatakan bahwa seluruh substansi makhluk ciptaan diterima dari [substansi] Allah, karena tidak ada subyek yang dapat menerima keseluruhan substansi. Maka, apa yang muncul dalam Allah menerima keberadaannya dari yang memunculkan, bukan seolah-olah keberadaan itu diterima dalam suatu bentuk (matter) atau dalam suatu subyek (yang akan bertentangan dengan keberadaan ilahi yang ada dengan sendirinya), tetapi saat kita berbicara tentang keberadaan-Nya yang diterima, kita memaksudkan bahwa Dia yang berprosesi menerima keberadaan ilahi dari keberadaan ilahi lain, bukan seperti seolah-olah Ia bukan bagian dari natur ilahi, karena kesempurnaan itu sendiri dari keberadaan ilahi termasuk di dalamnya Sabda yang berprosesi secara jelas dan sang prinsipal dari Sabda, dengan segala kesempurnaan-Nya (Pertanyaan 4, Artikel 2).

  

Artikel 3 : Apakah Ada Prosesi Lain dalam Allah Selain Pemunculan (Generation)?

Keberatan 1 : Nampaknya tidak ada prosesi lain dalam Allah selain pemunculan (generation) Sabda, karena, untuk alasan apapun kita mengakui pemunculan lain, kita akan dengan mudah mengakui ada yang lainnya lagi, dan seterusnya sampai tak berhingga, yang adalah tidak mungkin. Oleh karena itu kita harus berhenti sejak awal, dan berpegang bahwa hanya ada satu prosesi dalam Allah.

Keberatan 2 : Lebih lanjut, setiap natur memiliki lebih dari satu komunikasi-diri, karena operasi-operasi mendapatkan persatuan dan perbedaannya dari istilah-istilahnya. Tetapi prosesi dalam Allah hanya merupakan suatu komunikasi dari natur ilahi. Maka, karena hanya ada satu natur ilahi (Pertanyaan 11 Artikel 4), dengan sendirinya hanya ada satu prosesi dalam Allah.

Keberatan 3 : Lebih lanjut, jika ada prosesi lain dalam Allah selain prosesi yang jelas tentang Sabda, yang hanya mungkin adalah prosesi kasih, melalui tindakan kehendak. Tetapi prosesi yang demikian sama dengan prosesi intelek, karena kehendak dalam Allah adalah sama dengan intelek Allah (Pertanyaan 19 Artikel 1). Maka dalam Allah tidak ada prosesi lain selain prosesi Sabda.

Sebaliknya, Roh Kudus berprosesi dari Bapa (Yoh 15:26); dan Roh Kudus berbeda dengan Anak, menurut kata-kata berikut : “Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain,” (Yoh 14:16). Maka dalam Allah ada prosesi lain selain prosesi Sabda.

Aku menjawab,  Ada dua prosesi dalam Allah : prosesi Sabda, dan satu prosesi lain. Sebagai bukti kita harus mengamati prosesi itu ada dalam Allah, hanya berdasarkan pada tindakan yang tidak condong kepada sesuatu yang eksternal, tetapi tetap tinggal di dalam agen itu sendiri. Tindakan semacam ini dalam suatu natur intelektual adalah dari intelek, dan dari kehendak. Prosesi Sabda adalah melalui tindakan yang jelas. Tindakan kehendak dalam kita melibatkan juga prosesi lain, yaitu kasih, yang mana obyek yang dicintai berada dalam yang mencintai, sebagaimana, melalui konsepsi kata, obyek yang dibicarakan atau dipahami ada dalam agen yang berakal. Maka, selain prosesi Sabda dalam Allah, ada dalam Dia prosesi lain yang disebut prosesi kasih.

Tanggapan terhadap Keberatan 1 : Tidak perlu diteruskan hingga pada ketidakberhinggaan dalam prosesi ilahi, karena prosesi yang telah terlaksana dalam agen dalam suatu natur intelektual berakhir dalam prosesi kehendak.

Tanggapan terhadap Keberatan 2 : Semua yang ada dalam Allah, adalah Allah (Pertanyaan 3 Artikel 3 & 4); yang mana hal yang sama tidak dapat diaplikasikan pada yang lainnya. Maka natur ilahi dikomunikasikan melalui setiap prosesi yang tidak mengarah keluar, dan ini tidak dapat diaplikasikan pada natur lainnya.

Tanggapan terhadap Keberatan 3 : Meskipun kehendak dan intelek tidak berbeda dalam Allah, namun natur dari kehendak dan intelek memerlukan prosesi yang menjadi milik masing-masing dari mereka dalam aturan tertentu. Karena prosesi kasih terjadi serupa dengan prosesi Sabda; karena tidak ada yang dapat dikasihi oleh kehendak kecuali hal tersebut terkandung dalam akal. Maka sebagaimana ada tatanan yang jelas dari Sabda terhadap prinsipal darimana Ia berprosesi, meskipun dalam Allah substansi intelek dan konsepsinya adalah sama, maka, meskipun dalam Allah kehendak dan akal adalah sama, tetap, karena kasih memerlukan sesuai natur dasarnya untuk berprosesi hanya dari konsep intelek, ada perbedaan urutan (order) antara prosesi kasih dan prosesi Sabda dalam Allah.


Artikel 4 : Apakah Prosesi Kasih dalam Allah adalah Pemunculan (Generation)?

Keberatan 1 : Tampaknya prosesi kasih dalam Allah adalah pemunculan (generation), karena apa yang berprosesi melalui cara yang serupa dengan natur makhluk hidup disebut dimunculkan (generated) dan dilahirkan. Tetapi apa yang berprosesi dalam Allah seperti kasih [berprosesi], berprosesi dalam keserupaan natur, jika tidak maka hal itu bukan bagian dari natur ilahi, dan akan merupakan prosesi eksternal. Maka apa yang berprosesi dalam Allah seperti kasih [berprosesi], berprosesi sebagai dimunculkan dan dilahirkan.

Keberatan 2 : Lebih lanjut, sebagaimana keserupaan (similitude) adalah natur dari kata, demikian juga itu menjadi bagian dari kasih. Sehingga dikatakan bahwa “setiap binatang buas mencintai yang serupa dengannya” (Ecclus. 13:19). Oleh karena itu jika Sabda dilahirkan dan lahir dengan cara yang serupa, maka nampaknya kasih juga berprosesi dengan cara pemunculan (generation).

Keberatan 3 : Lebih lanjut, apa yang tidak ada dalam spesies tidak ada dalam induk (genus). Sehingga jika ada suatu prosesi kasih dalam Allah, seharusnya ada nama khusus selain nama yang umum dari prosesi ini. Tetapi tidak ada nama lain yang dapat diaplikasikan selain pemunculan (generation). Maka prosesi kasih dalam Allah adalah pemunculan (generation).

Sebaliknya, Seandainya benar, maka Roh Kudus yang berprosesi sebagai kasih, akan berprosesi sebagai dilahirkan; yang bertentangan dengan pernyataan Athanasius : “Roh Kudus berasal dari Bapa dan Putra, tidak dijadikan, tidak dilahirkan, tetapi berprosesi.”

Aku menjawab, Prosesi kasih dalam Allah seharusnya tidak disebut pemunculan (generation). Sebagai bukti maka kita harus mempertimbangkan bahwa dalam hal ini intelek dan kehendak adalah berbeda, bahwa intelek dijadikan nyata melalui obyek yang dipahami, yang tinggal dalam intelek berdasar pada kesamaannya, sedangkan kehendak dijadikan nyata, bukan melalui keserupaan dengan obyek yang dikehendakinya, tetapi melalui dimilikinya kecenderungan tertentu terhadap hal yang diingini. Maka prosesi intelek adalah melalui keserupaan, dan disebut pemunculan (generation), karena yang memunculkan melahirkan yang serupa dengannya, sedangkan prosesi kehendak bukanlah melalui keserupaan, tetapi lebih pada dorongan dan gerakan kepada suatu obyek.

Jadi apa yang berprosesi dalam Allah seperti kasih berprosesi, tidak berprosesi sebagai dilahirkan, atau sebagai anak, tetapi berprosesi lebih sebagai roh, yang dari namanya mengekspresikan suatu gerakan pokok tertentu dan dorongan, sebagaimana seseorang digambarkan telah digerakkan atau didorong oleh kasih untuk melakukan suatu tindakan.
           
Tanggapan terhadap Keberatan 1 : Semua yang ada dalam Allah adalah satu dengan natur ilahi. Oleh karena itu, gagasan yang tepat untuk prosesi ini atau prosesi itu, yang mana satu prosesi dibedakan dengan prosesi lainnya, tidak dapat menjadi bagian dari kesatuan ini, tetapi gagasan yang tepat tentang prosesi ini atau prosesi itu harus diambil dari urutan (order) dari suatu prosesi terhadap prosesi lainnya, yang mana urutan tersebut berasal dari natur kehendak dan intelek. Maka, setiap prosesi dalam Allah memperoleh namanya dari gagasan yang tepat tentang kehendak dan intelek, nama yang diberikan untuk menunjukkan apa naturnya sebenarnya, maka demikianlah bahwa Pribadi yang berprosesi sebagai kasih memperoleh natur ilahi, tetapi tidak disebut sebagai dilahirkan.

Tanggapan terhadap Keberatan 2 : Keserupaan dimiliki dalam cara yang berbeda oleh kata dan kasih. Adalah menjadi milik kata untuk menjadi serupa dengan obyek yang dipahami, sebagaimana sesuatu yang dimunculkan (generated) adalah serupa dengan yang memunculkan, tetapi adalah milik kasih, bukan seolah kasih itu sendiri adalah suatu keserupaan, tetapi keserupaan adalah prinsip dari mengasihi. Maka tidak disebut bahwa kasih dilahirkan, tetapi bahwa yang dia yang dilahirkan adalah prinsipal kasih.

Tanggapan terhadap Keberatan 3 : Kita hanya dapat menamai Allah dari makhluk ciptaan (Pertanyaan 13 Artikel 1). Sebagaimana dalam ciptaan pemunculan (generation) adalah satu-satunya prinsipal komunikasi dari natur, prosesi dalam Allah tidak memiliki nama yang tepat atau khusus, kecuali prosesi pemunculan (generation). Maka prosesi yang bbukan pemunculan (generation) tetaplah prosesi tanpa nama khusus, tetapi dapat disebut penghembusan (spiration), karena itu adalah prosesi dari Roh.        
  




Artikel 5 : Apakah Ada Lebih Dari Dua Prosesi dalam Allah?

Keberatan 1 : Tampaknya ada lebih dari dua prosesi dalam Allah. Sebagaimana pengetahuan dan kehendak adalah diatribusikan pada Allah, demikian juga kuasa. Maka, jika dua prosesi ada dalam Allah, prosesi intelek dan kehendak, maka tampaknya harus juga ada prosesi ketiga yaitu prosesi kuasa.

Keberatan 2 : Lebih lanjut, kebaikan tampaknya menjadi prinsipal terbesar dalam prosesi, karena kebaikan bersifat menyebar dari dirinya sendiri. Maka harus ada suatu prosesi kebaikan dalam Allah.

Keberatan 3 : Lebih lanjut, dalam Allah ada kuasa kesuburan (fecundity) yang lebih besar daripada yang ada dalam kita. Tetapi dalam kita ada tidak hanya satu prosesi kata tetapi ada banyak, karena dalam kita satu kata memprosesikan kata lainnya, dan juga dari satu kasih memprosesikan kasih lainnya. Maka dalam Allah ada lebih dari dua prosesi.

Sebaliknya, Dalam Allah tidak ada lebih dari dua yang berprosesi – Anak dan Roh Kudus. Maka dalam Dia hanya ada dua prosesi.

Aku menjawab, Prosesi ilahi hanya dapat berasal dari tindakan yang tetap berada dalam agen. Dalam natur intelektual, dan dalam natur ilahi tindakan ini ada dua, tindakan akal dan kehendak. Tindakan perasaan, yang tampaknya juga suatu operasi dalam agen, bertempat di luar natur intelektual, juga tidak dapat diperhitungkan sebagai dihilangkan sepenuhnya dari lingkungan tindakan eksternal, karena tindakan perasaan disempurnakan melalui tindakan dari obyek yang dapat dirasa melalui indera. Maka tidak ada prosesi lain yang mungkin dalam Allah selain prosesi Sabda dan Kasih.

Tanggapan terhadap Keberatan 1 : Kuasa adalah prinsipal yang darinya sesuatu bertindak terhadap lainnya. Maka tindakan eksternal menunjuk pada kuasa. Maka kuasa ilahi tidak termasuk prosesi dari suatu pribadi ilahi, tetapi ditunjukkan melalui prosesi yang darinya ciptaan berasal.

Tanggapan terhadap Keberatan 2 : Sebagaimana dikatakan Boethius (De Hebdom.), kebaikan adalah milik dari hal pokok (essence) dan bukan pada tindakan, kecuali dianggap sebagai obyek dari kehendak.

Maka, sebagaimana prosesi ilahi harus disebut menurut tindakan tertentu, tidak ada prosesi yang dapat dipahami dalam Allah menurut kebaikan dan atribut kesukaan kecuali prosesi Sabda dan Kasih, sebagaimana Allah memahami dan mengasihi diri (essence), kebenaran dan kebaikan-Nya sendiri.

Tanggapan terhadap Keberatan 3 : Sebagaimana dijelaskan di atas (Pertanyaan 14, Artikel 5; Pertanyaan 19 Artikel 5), Allah memahami segala sesuatu melalui satu tindakan sederhana, dan mDraftelalui satu tindakan juga Ia menghendaki segalanya. Maka dalam Dia tidak dapat ada satu prosesi Sabda dari Sabda, tidak juga Kasih dari Kasih, karena dalam Dia hanya ada satu Sabda yang sempurna, dan satu Kasih yang sempurna, sehingga memanifestasikan kesuburan-Nya (fecundity) yang sempurna.

No comments:

Post a Comment