RISALAH
TENTANG TRITUNGGAL MAHA KUDUS
Pertanyaan 27 : Tentang Prosesi dari Pribadi-pribadi Ilahi
Setelah mempertimbangkan
apa yang ada dalam persatuan hakekat ilahi, maka tiba saatnya untuk
membicarakan tentang Tritunggal dari Pribadi-pribadi dalam Allah. Dan karena
Pribadi ilahi dibedakan satu dengan yang lain berdasar hubungan awalnya, urutan
doktrin ini membawa kita untuk mempertimbangkan yang pertama, pertanyaan
tentang asal atau prosesi, yang kedua adalah tentang hubungan asal, yang ketiga
adalah tentang Pribadi.
Tentang prosesi terdapat
lima poin yang akan dibahas :
- Apakah
terdapat prosesi dalam Allah?
- Apakah
ada prosesi dalam Allah yang bisa disebut memperanakkan?
- Apakah
dapat ada prosesi lain dalam Allah selain memperanakkan?
- Apakah
prosesi lain itu dapat disebut memperanakkan?
- Apakah
ada lebih dari dua prosesi dalam Allah?
Artikel 1 : Apakah
Terdapat Prosesi dalam Allah?
Keberatan 1 : Tampaknya tidak mungkin
ada prosesi dalam Allah, karena prosesi berarti gerakan keluar. Tapi dalam
Allah tidak ada yang berpindah, atau sesuatu hal yanbg lain. Maka tidak ada
prosesi dalam Allah.
Keberatan 2 : Lebih lanjut, segala
sesuatu yang berprosesi berbeda dengan asal prosesinya. Tetapi tidak ada
keragaman dalam Allah, melainkan kesederhanaan mutlak. Maka dalam Allah tidak
ada prosesi.
Keberatan 3 : Lebih lanjut, untuk
berproses dari sesuatu sepertinya akan bertentangan dengan natur prinsip
pertama. Tetapi Allah adalah prinsip pertama, seperti dinyatakan pada
Pertanyaan 2 Artikel 3. Maka dalam Allah tidak terdapat prosesi.
Sebaliknya : Tuhan kita mengatakan,
“sebab Aku keluar dan datang dari Allah”. (Yoh 8:42)
Aku menjawab, Kitab Suci menggunakan,
dalam hubungan dengan Allah, nama-nama yang menandakan prosesi. Prosesi ini
telah dipahami secara berbeda. Beberapa memahaminya dalam pemahaman tentang
suatu efek, berproses dari penyebabnya; maka Arius memahaminya dengan berkata bahwa
Anak berprosesi dari Bapa sebagai ciptaan utama-Nya, dan Roh Kudus berprosesi
dari Bapa dan Putra sebagai ciptaan keduanya. Dalam pemahaman ini baik Anak
maupun Roh Kudus bukanlah Allah yang benar, dan ini bertentangan dengan apa
yang dikatakan mengenai Anak : “bahwa … kita ada di dalam Yang Benar, di dalam
Anak-Nya Yesus Kristus. Dia adalah Allah yang benar dan hidup yang kekal.”(1
Yoh 5:20). Tentang Roh Kudus juga dikatakan : “6:19 Atau tidak tahukah kamu,
bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus…?”. Sekarang, hanya Allah yang berhak
memiliki bait. Yang lainnya memahami prosesi ini berarti sang penyebab
melakukan prosesi kepada sang efek, yaitu menggerakkannya, atau menanamkan
kesamaannya kepada efek itu, sebagaimana dipahami oleh Sabelius, yang mengatakan
bahwa Allah Bapa disebut Putra saat mengambil daging dari sang Perawan, dan
Bapa itu juga yang disebut Roh Kudus saat menguduskan makhluk rasional, dan
menghidupkannya. Perkataan Tuhan bertentangan dengan hal tersebut, saat Ia
berbicara tentang diri-Nya : “Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari
diri-Nya sendiri,” (Yoh 5:19); dan banyak ayat yang menyatakan hal yang sama,
karena itu kita tahu bahwa Bapa bukanlah Putra. Pemeriksaan yang teliti
menunjukkan bahwa kedua opini tersebut memahami prosesi sebagai tindakan
keluar; karena itu tidak satupun dari keduanya memahami bahwa prosesi berada
dalam diri Allah sendiri; padahal, karena prosesi selalu mengandaikan adanya
tindakan, dan sebagaimana terdapat prosesi keluar sehubungan dengan tindakan
terhadap hal luar, maka harus ada prosesi ke dalam yang berhubungan dengan
tindakan yang tetap berada dalam suatu agen. Ini berlaku dengan jelas terhadap
akal, suatu tindakan tetap tinggal di dalam agen yang berakal. Karena jika kita
melakukan suatu pemahaman, sesungguhnya sesuatu sedang berprosesi dalam diri
kita, yaitu suatu pengkonsepsian tentang obyek yang sedang dipahami, suatu
konsepsi yang keluar dari kekuatan intelek kita dan berprosesi dari pengatahuan
kita tentang obyek tersebut. Konsepsi ini ditandakan dengan kata-kata yang
diucapkan, dan itu disebut kata hati yang diungkapkan melalui kata-kata suara.
Karena Allah di atas
segalanya, kita harus memahami apa yang dikatakan tentang Allah, bukan berdasar
cara pengandaian dari makhluk yang paling rendah, seperti suatu badan, tetapi
dari pengandaian terhadap makhluk tertinggi, suatu substansi intelektual;
bahkan pengandaian dengan cara seperti itupun tidak mampu merepresentasikan
obyek ilahi. Oleh karena itu, prosesi tidak untuk dipahami dalam hubungannya
dengan suatu badan, baik dalam gerakan setempatnya ataupun sebagai suatu sebab
yang berprosesi keluar kepada efek eksteriornya, seperti, sebagai contoh, suatu
panas dari suatu agen kepada benda yang dibuatnya panas, tetapi harus lebih
dipahami seperti suatu pancaran yang dapat dipahami, sebagai contoh, seperti
kata-kata yang dapat dipahami yang berprosesi dari si pembicara, tetapi masih
tetap tinggal di dalam si pembicara. Dalam pemahaman itulah Iman Katolik
memahami prosesi yang ada dalam Allah.
Tanggapan terhadap Keberatan 1 : Keberatan ini datang dari
gagasan tentang prosesi dalam hubungan dengan gerakan setempat, atau tentang
suatu tindakan yang berhubungan dengan hal eksternal, atau tentang efek
eksternal; prosesi semacam ini tidak ada dalam Allah, sebagaimana telah kita
jelaskan.
Tanggapan terhadap Keberatan 2 : Apapun yang berprosesi
melalui prosesi keluar selalu berbeda dari sumber prosesinya, sedangkan apapun
yang berprosesi ke dalam melalui prosesi yang jelas, tidak harus menjadi
berbeda; sesungguhnya, semakin sempurna prosesinya, semakin mirip ia dengan
sumber prosesinya. Sebagaimana jelas bahwa semakin jelas suatu hal dipahami,
semakin dekat konsepsi intelektual berhubungan dan bersatu dengan agen berakal
yang memahaminya; karena akal melalui tindakan memahami dibuat menjadi satu
dengan obyek yang dipahami. Jadi, karena kecerdasan ilahi adalah kesempurnaan
tertinggi dari Allah (Pertanyaan 14 Artikel 2), Sabda ilahi dengan sendirinya
secara sempurna menjadi satu dengan sumber darimana Ia berprosesi, tanpa segala
bentuk perbedaan.
Tanggapan terhadap Keberatan 3 : Untuk berproses dari suatu
prinsipal, sehingga menjadi sesuatu hal di luar dan berbeda dengan prinsipal
itu, adalah bertentangan dengan gagasan dari suatu prinsipal pertama; padahal
prosesi yang mendalam dan seragam melalui suatu tindakan yang jelas telah
termasuk dalam gagasan suatu prinsipal pertama. Jika kita menyebut seorang
tukang bangunan sebagai prinsipal dari sebuah rumah, maka di dalam gagasan sang
prinsipal itu telah termasuk selera seninya, dan itu telah menjadi bagian dalam
gagasan dari prinsipal pertama seandainya si tukang bangunan adalah prinsipal
pertama. Allah, yang adalah Prinsipal pertama untuk segala hal, dapat
dibandingkan dengan benda-benda ciptaan-Nya sebagaimana seorang arsitek dengan
benda-benda yang didesainnya.
Artikel 2 : Apakah Ada
Prosesi dalam Allah yang Bisa Disebut Memperanakkan?
Keberatan 1 : Tampaknya tidak ada prosesi
dalam Allah yang dapat disebut memperanakkan, karena memperanakkan adalah
perubahan dari tidak ada menjadi ada, dan lawan dari merusakkan, sedangkan
subyek dari keduanya adalah benda. Kesemuanya itu tidak ada pada Allah. Maka
pemunculan tidak ada pada Allah.
Keberatan 2 : Lebih lanjut, prosesi yang
ada dalam Allah terjadi dengan cara yang jelas, sebagaimana dijelaskan di atas
(Artikel 1). Tetapi prosesi yang
demikian tidak disebut memperanakkan dalam diri kita, maka tidak disebut
demikian juga dalam Allah.
Keberatan 3 : Lebih lanjut, segala hal
yang diperanakkan memperoleh keberadaannya dari yang memperanakkan. Maka
keberadaan seperti itu adalah keberadaan yang didapatkan. Tetapi tidak ada
suatu keberadaan yang didapatkan yang dapat menjadi suatu keberadaan yang ada
dengan sendirinya (self subsistence). Oleh karena itu, karena keberadaan ilahi
adalah ada dengan sendirinya (Pertanyaan 3 Artikel 4), tidak ada keberadaan
yang diperanakkan yang dapat menjadi keberadaan ilahi. Maka tidak ada hal
memperanakkan dalam Allah.
Sebaliknya, Dikatakan (Mzm 2:7) :
“Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini.”
Aku menjawab, Prosesi Sabda dalam Allah
disebut memperanakkan. Untuk membuktikannya kita harus mengamati bahwa
memperanakkan mempunyai makna ganda : satu adalah yang umum untuk segala
sesuatu yang berhubungan dengan memperanakkan dan merusakkan, yang memahami
memperanakkan tidak lebih dari sekedar perubahan dari tidak ada menjadi ada.
Dalam pemahaman lain istilah itu tepat dan menjadi bagian dari makhluk hidup,
yang dalam pemahaman ini memperanakkan menunjukkan asal dari suatu makhluk
hidup yang sebelumnya merupakan bagian dari suatu prinsipal hidup, dan ini
secara tepat disebut kelahiran. Tidak setiap hal yang seperti itu disebut
kelahiran, tetapi hanya merupakan sesuatu yang berprosesi mirip seperti itu.
Maka selembar rambut tidak memiliki aspek memperanakkan dan hubungan peranakan
(sonship), tetapi hanya sesuatu yang berprosesi dengan cara yang mirip.
Kemiripan lainnya juga tidak bisa disebut demikian, seperti seekor cacing yang
muncul dari binatang tidak memiliki aspek memperanakkan dan peranakkan,
meskipun hal itu memiliki kemiripan generik. Memperanakkan yang dimaksud
memerlukan adanya suatu prosesi dengan cara seperti itu dalam natur yang
spesifik sama; sebagaimana manusia berprosesi dari manusia, dan seekor kuda
dari seekor kuda. Jadi dalam makhluk hidup, yang berprosesi dari kemungkinan
untuk hidup (potential life) menuju kehidupan yang sesungguhnya (actual life),
seperti pada manusia dan binatang, memperanakkan mencakup kedua jenis
pemunculan yang dibicarakan tadi. Tetapi jika ada suatu keberadaan yang
hidupnya tidak berprosesi dari “mungkin” menjadi “nyata”, jika ditemukan
prosesi dalam makhluk seperti itu, prosesi itu tidak termasuk dalam
memperanakkan jenis pertama, meskipun pemunculan yang dimiliki adalah
pemunculan yang menjadi milik makhluk hidup. Jadi dalam hal ini prosesi Sabda
dalam Allah adalah memperanakkan, karena Ia berprosesi melalui tindakan yang
jelas (intelligible action), yang merupakan operasi yang utama : – dari suatu
prinsipal yang menjadi bagian dari diri-Nya (sebagaimana dijelaskan di atas): –
dengan cara yang sama, karena konsep dari intelek sama dengan obyek yang
dikandungnya: – dan ada dalam natur yang sama, karena dalam Allah tindakan
memahami dan eksistensinya adalah sama, sebagaimana ditunjukkan di aas
(Pertanyaan 14, Artikel 4). Maka prosesi Sabda dalam Allah disebut
memperanakkan, dan Sabda yang berprosesi disebut Anak.
Tanggapan terhadap Keberatan 1 : Keberatan ini berdasar pada
gagasan tentang pemunculan dalam pemahaman yang pertama, tentang keluar dari
yang mungkin menjadi nyata, yang mana hal tersebut tidak terdapat dalam Allah.
Tanggapan terhadap Keberatan 2 : Tindakan pemahaman manusia
dalam diri kita bukanlah substansi dari intelek itu sendiri, maka kata yang
berprosesi dalam diri kita melalui tindakan yang jelas bukanlah dari natur yang
sama dengan sumber prosesinya, maka gagasan pemunculan (generation) tidak dapat
dengan tepat dan penuh diterapkan pada hal tersebut. Tetapi tindakan kecerdasan
ilahi adalah substansi dasar itu sendiri dari agen yang memahami (Pertanyaan 14
Artikel 4). Maka Sabda yang berprosesi melakukan prosesi dalam natur yang sama,
sehingga tepat jika disebut dilahirkan, dan sebagai Anak. Oleh karena itu
Alkitab menggunakan istilah-istilah yang menunjukkan pemunculan dari makhluk
hidup untuk menunjukkan prosesi dari Kebijaksanaan ilahi, yaitu antara lain
dengan istilah pembuahan dan kelahiran, seperti yang dinyatakan dalam pribadi
Kebijaksanaan ilahi, “Sebelum air samudera raya ada, aku
telah lahir, sebelum ada sumber-sumber yang sarat dengan air.” (Ams 8:24).
Dalam cara pemahaman kita, kita menggunakan kata “pembuahan” untuk menunjukkan
bahwa dalam kata dalam intelek kita ditemukan kesamaan dengan benda yang
dipahami, meskipun tidak mempunyai identitas natur.
Tanggapan terhadap Keberatan 3 : Tidak semua yang didapatkan
dari suatu subyek mempunyai keberadaan dalam subyek lain; sebaliknya kita tidak
dapat mengatakan bahwa seluruh substansi makhluk ciptaan diterima dari
[substansi] Allah, karena tidak ada subyek yang dapat menerima keseluruhan
substansi. Maka, apa yang muncul dalam Allah menerima keberadaannya dari yang
memunculkan, bukan seolah-olah keberadaan itu diterima dalam suatu bentuk
(matter) atau dalam suatu subyek (yang akan bertentangan dengan keberadaan
ilahi yang ada dengan sendirinya), tetapi saat kita berbicara tentang
keberadaan-Nya yang diterima, kita memaksudkan bahwa Dia yang berprosesi
menerima keberadaan ilahi dari keberadaan ilahi lain, bukan seperti seolah-olah
Ia bukan bagian dari natur ilahi, karena kesempurnaan itu sendiri dari
keberadaan ilahi termasuk di dalamnya Sabda yang berprosesi secara jelas dan
sang prinsipal dari Sabda, dengan segala kesempurnaan-Nya (Pertanyaan 4, Artikel 2).
Artikel 3 : Apakah Ada Prosesi Lain
dalam Allah Selain Pemunculan (Generation)?
Keberatan 1 : Nampaknya tidak ada prosesi
lain dalam Allah selain pemunculan (generation) Sabda, karena, untuk alasan
apapun kita mengakui pemunculan lain, kita akan dengan mudah mengakui ada yang
lainnya lagi, dan seterusnya sampai tak berhingga, yang adalah tidak mungkin.
Oleh karena itu kita harus berhenti sejak awal, dan berpegang bahwa hanya ada
satu prosesi dalam Allah.
Keberatan 2 : Lebih lanjut, setiap natur
memiliki lebih dari satu komunikasi-diri, karena operasi-operasi mendapatkan
persatuan dan perbedaannya dari istilah-istilahnya. Tetapi prosesi dalam Allah
hanya merupakan suatu komunikasi dari natur ilahi. Maka, karena hanya ada satu
natur ilahi (Pertanyaan 11 Artikel 4), dengan sendirinya hanya ada satu prosesi
dalam Allah.
Keberatan 3 : Lebih lanjut, jika ada
prosesi lain dalam Allah selain prosesi yang jelas tentang Sabda, yang hanya
mungkin adalah prosesi kasih, melalui tindakan kehendak. Tetapi prosesi yang
demikian sama dengan prosesi intelek, karena kehendak dalam Allah adalah sama
dengan intelek Allah (Pertanyaan 19 Artikel 1). Maka dalam Allah tidak ada
prosesi lain selain prosesi Sabda.
Sebaliknya, Roh Kudus berprosesi dari
Bapa (Yoh 15:26); dan Roh Kudus berbeda dengan Anak, menurut kata-kata berikut
: “Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong
yang lain,” (Yoh 14:16). Maka dalam Allah ada prosesi lain selain prosesi
Sabda.
Aku menjawab, Ada dua prosesi dalam Allah
: prosesi Sabda, dan satu prosesi lain. Sebagai bukti kita harus mengamati
prosesi itu ada dalam Allah, hanya berdasarkan pada tindakan yang tidak condong
kepada sesuatu yang eksternal, tetapi tetap tinggal di dalam agen itu sendiri.
Tindakan semacam ini dalam suatu natur intelektual adalah dari intelek, dan
dari kehendak. Prosesi Sabda adalah melalui tindakan yang jelas. Tindakan
kehendak dalam kita melibatkan juga prosesi lain, yaitu kasih, yang mana obyek
yang dicintai berada dalam yang mencintai, sebagaimana, melalui konsepsi kata,
obyek yang dibicarakan atau dipahami ada dalam agen yang berakal. Maka, selain
prosesi Sabda dalam Allah, ada dalam Dia prosesi lain yang disebut prosesi
kasih.
Tanggapan terhadap Keberatan 1 : Tidak perlu diteruskan
hingga pada ketidakberhinggaan dalam prosesi ilahi, karena prosesi yang telah
terlaksana dalam agen dalam suatu natur intelektual berakhir dalam prosesi
kehendak.
Tanggapan terhadap Keberatan 2 : Semua yang ada dalam Allah,
adalah Allah (Pertanyaan 3 Artikel 3 & 4); yang mana hal yang sama tidak dapat
diaplikasikan pada yang lainnya. Maka natur ilahi dikomunikasikan melalui
setiap prosesi yang tidak mengarah keluar, dan ini tidak dapat diaplikasikan
pada natur lainnya.
Tanggapan terhadap Keberatan 3 : Meskipun kehendak dan
intelek tidak berbeda dalam Allah, namun natur dari kehendak dan intelek
memerlukan prosesi yang menjadi milik masing-masing dari mereka dalam aturan
tertentu. Karena prosesi kasih terjadi serupa dengan prosesi Sabda; karena
tidak ada yang dapat dikasihi oleh kehendak kecuali hal tersebut terkandung
dalam akal. Maka sebagaimana ada tatanan yang jelas dari Sabda terhadap
prinsipal darimana Ia berprosesi, meskipun dalam Allah substansi intelek dan
konsepsinya adalah sama, maka, meskipun dalam Allah kehendak dan akal adalah
sama, tetap, karena kasih memerlukan sesuai natur dasarnya untuk berprosesi
hanya dari konsep intelek, ada perbedaan urutan (order) antara prosesi kasih
dan prosesi Sabda dalam Allah.
Artikel 4 : Apakah
Prosesi Kasih dalam Allah adalah Pemunculan (Generation)?
Keberatan 1 : Tampaknya prosesi kasih
dalam Allah adalah pemunculan (generation), karena apa yang berprosesi melalui
cara yang serupa dengan natur makhluk hidup disebut dimunculkan (generated) dan
dilahirkan. Tetapi apa yang berprosesi dalam Allah seperti kasih [berprosesi],
berprosesi dalam keserupaan natur, jika tidak maka hal itu bukan bagian dari
natur ilahi, dan akan merupakan prosesi eksternal. Maka apa yang berprosesi
dalam Allah seperti kasih [berprosesi], berprosesi sebagai dimunculkan dan
dilahirkan.
Keberatan 2 : Lebih lanjut, sebagaimana
keserupaan (similitude) adalah natur dari kata, demikian juga itu menjadi
bagian dari kasih. Sehingga dikatakan bahwa “setiap binatang buas mencintai
yang serupa dengannya” (Ecclus. 13:19). Oleh karena itu jika Sabda dilahirkan
dan lahir dengan cara yang serupa, maka nampaknya kasih juga berprosesi dengan
cara pemunculan (generation).
Keberatan 3 : Lebih lanjut, apa yang
tidak ada dalam spesies tidak ada dalam induk (genus). Sehingga jika ada suatu
prosesi kasih dalam Allah, seharusnya ada nama khusus selain nama yang umum
dari prosesi ini. Tetapi tidak ada nama lain yang dapat diaplikasikan selain
pemunculan (generation). Maka prosesi kasih dalam Allah adalah pemunculan
(generation).
Sebaliknya, Seandainya benar, maka Roh
Kudus yang berprosesi sebagai kasih, akan berprosesi sebagai dilahirkan; yang
bertentangan dengan pernyataan Athanasius : “Roh Kudus berasal dari Bapa dan
Putra, tidak dijadikan, tidak dilahirkan, tetapi berprosesi.”
Aku menjawab, Prosesi kasih dalam Allah
seharusnya tidak disebut pemunculan (generation). Sebagai bukti maka kita harus
mempertimbangkan bahwa dalam hal ini intelek dan kehendak adalah berbeda, bahwa
intelek dijadikan nyata melalui obyek yang dipahami, yang tinggal dalam intelek
berdasar pada kesamaannya, sedangkan kehendak dijadikan nyata, bukan melalui
keserupaan dengan obyek yang dikehendakinya, tetapi melalui dimilikinya
kecenderungan tertentu terhadap hal yang diingini. Maka prosesi intelek adalah
melalui keserupaan, dan disebut pemunculan (generation), karena yang
memunculkan melahirkan yang serupa dengannya, sedangkan prosesi kehendak
bukanlah melalui keserupaan, tetapi lebih pada dorongan dan gerakan kepada
suatu obyek.
Jadi apa yang berprosesi
dalam Allah seperti kasih berprosesi, tidak berprosesi sebagai dilahirkan, atau
sebagai anak, tetapi berprosesi lebih sebagai roh, yang dari namanya
mengekspresikan suatu gerakan pokok tertentu dan dorongan, sebagaimana
seseorang digambarkan telah digerakkan atau didorong oleh kasih untuk melakukan
suatu tindakan.
Tanggapan terhadap Keberatan 1 : Semua yang ada dalam Allah
adalah satu dengan natur ilahi. Oleh karena itu, gagasan yang tepat untuk
prosesi ini atau prosesi itu, yang mana satu prosesi dibedakan dengan prosesi
lainnya, tidak dapat menjadi bagian dari kesatuan ini, tetapi gagasan yang
tepat tentang prosesi ini atau prosesi itu harus diambil dari urutan (order)
dari suatu prosesi terhadap prosesi lainnya, yang mana urutan tersebut berasal
dari natur kehendak dan intelek. Maka, setiap prosesi dalam Allah memperoleh
namanya dari gagasan yang tepat tentang kehendak dan intelek, nama yang
diberikan untuk menunjukkan apa naturnya sebenarnya, maka demikianlah bahwa
Pribadi yang berprosesi sebagai kasih memperoleh natur ilahi, tetapi tidak
disebut sebagai dilahirkan.
Tanggapan terhadap Keberatan 2 : Keserupaan dimiliki dalam
cara yang berbeda oleh kata dan kasih. Adalah menjadi milik kata untuk menjadi
serupa dengan obyek yang dipahami, sebagaimana sesuatu yang dimunculkan
(generated) adalah serupa dengan yang memunculkan, tetapi adalah milik kasih,
bukan seolah kasih itu sendiri adalah suatu keserupaan, tetapi keserupaan
adalah prinsip dari mengasihi. Maka tidak disebut bahwa kasih dilahirkan,
tetapi bahwa yang dia yang dilahirkan adalah prinsipal kasih.
Tanggapan terhadap Keberatan 3 : Kita hanya dapat menamai
Allah dari makhluk ciptaan (Pertanyaan 13 Artikel 1). Sebagaimana dalam ciptaan
pemunculan (generation) adalah satu-satunya prinsipal komunikasi dari natur,
prosesi dalam Allah tidak memiliki nama yang tepat atau khusus, kecuali prosesi
pemunculan (generation). Maka prosesi yang bbukan pemunculan (generation)
tetaplah prosesi tanpa nama khusus, tetapi dapat disebut penghembusan
(spiration), karena itu adalah prosesi dari Roh.
Artikel 5 : Apakah Ada
Lebih Dari Dua Prosesi dalam Allah?
Keberatan 1 : Tampaknya ada lebih dari
dua prosesi dalam Allah. Sebagaimana pengetahuan dan kehendak adalah diatribusikan
pada Allah, demikian juga kuasa. Maka, jika dua prosesi ada dalam Allah,
prosesi intelek dan kehendak, maka tampaknya harus juga ada prosesi ketiga
yaitu prosesi kuasa.
Keberatan 2 : Lebih lanjut, kebaikan
tampaknya menjadi prinsipal terbesar dalam prosesi, karena kebaikan bersifat
menyebar dari dirinya sendiri. Maka harus ada suatu prosesi kebaikan dalam
Allah.
Keberatan 3 : Lebih lanjut, dalam Allah
ada kuasa kesuburan (fecundity) yang lebih besar daripada yang ada dalam kita.
Tetapi dalam kita ada tidak hanya satu prosesi kata tetapi ada banyak, karena
dalam kita satu kata memprosesikan kata lainnya, dan juga dari satu kasih
memprosesikan kasih lainnya. Maka dalam Allah ada lebih dari dua prosesi.
Sebaliknya, Dalam Allah tidak ada lebih
dari dua yang berprosesi – Anak dan Roh Kudus. Maka dalam Dia hanya ada dua
prosesi.
Aku menjawab, Prosesi ilahi hanya dapat
berasal dari tindakan yang tetap berada dalam agen. Dalam natur intelektual,
dan dalam natur ilahi tindakan ini ada dua, tindakan akal dan kehendak.
Tindakan perasaan, yang tampaknya juga suatu operasi dalam agen, bertempat di
luar natur intelektual, juga tidak dapat diperhitungkan sebagai dihilangkan
sepenuhnya dari lingkungan tindakan eksternal, karena tindakan perasaan disempurnakan
melalui tindakan dari obyek yang dapat dirasa melalui indera. Maka tidak ada
prosesi lain yang mungkin dalam Allah selain prosesi Sabda dan Kasih.
Tanggapan terhadap Keberatan 1 : Kuasa adalah prinsipal yang
darinya sesuatu bertindak terhadap lainnya. Maka tindakan eksternal menunjuk
pada kuasa. Maka kuasa ilahi tidak termasuk prosesi dari suatu pribadi ilahi,
tetapi ditunjukkan melalui prosesi yang darinya ciptaan berasal.
Tanggapan terhadap Keberatan 2 : Sebagaimana dikatakan
Boethius (De Hebdom.), kebaikan adalah milik dari hal pokok (essence) dan bukan
pada tindakan, kecuali dianggap sebagai obyek dari kehendak.
Maka, sebagaimana prosesi
ilahi harus disebut menurut tindakan tertentu, tidak ada prosesi yang dapat
dipahami dalam Allah menurut kebaikan dan atribut kesukaan kecuali prosesi
Sabda dan Kasih, sebagaimana Allah memahami dan mengasihi diri (essence),
kebenaran dan kebaikan-Nya sendiri.
No comments:
Post a Comment